LightReader

Chapter 15 - Bab 15

BAB 15: Rabu yang Berbeda di Lapangan dan di Hati

Cahaya matahari hari Rabu masuk menembus sela-sela gorden kamarku, membangunkanku dengan perasaan yang jauh lebih segar dari biasanya. Bayang-bayang kemenangan Booyah tadi malam bersama Nayara, Anos, dan Farel masih membekas jelas di ingatan. Terutama suara tawa Dika dan Lulu yang membongkar rahasia "salting"-ku di depan Nayara. Mengingat hal itu saja sudah cukup membuat wajahku terasa panas pagi ini.

Aku segera bersiap, mengenakan seragam olahraga berwarna merah putih yang sudah disiapkan Ibu. Hari ini jadwalnya PJOK bersama Bu Vero. Biasanya, aku akan merasa cemas karena trauma praktik fisik seperti push-up yang membuatku ditertawakan Fahmi tempo hari. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada semangat yang terselip di balik rasa malu.

Begitu sampai di sekolah, aku berjalan menuju barisan depan kelas 5. Saat aku baru saja meletakkan tas, Anos dan Farel langsung menyergapku dengan tatapan usil yang sudah sangat kukenal.

"Wih, Kapten kita sudah datang!" seru Anos dengan volume suara yang sengaja dikencangkan. "Gimana tidurnya semalam, Ry? Nyenyak nggak setelah dibilang 'Kapten' sama seseorang di WhatsApp?"

"Apaan sih, Nos. Berisik tahu," jawabku sambil menunduk, mencoba menyembunyikan senyum yang sulit kutahan.

"Halah, nggak usah bohong! Tadi malem di grup aja lo gercep banget balesnya," timpal Farel sambil tertawa.

Tak lama kemudian, Nayara masuk ke kelas bersama Rara dan Dela. Begitu mata kami bertemu, aku langsung membuang muka ke arah papan tulis. Rasanya sangat canggung setelah kejadian Dika dan Lulu tadi malam. Namun, Nayara justru melangkah mendekat ke mejaku dengan langkah yang riang.

"Pagi, Arya! Semangat ya hari ini, kan ada jam olahraga," sapa Nayara dengan senyum manisnya.

Rara dan Dela yang ada di belakangnya langsung saling sikut. "Eh, eh, kalian tahu nggak?" Rara mulai membuka suara dengan nada dramatis. "Tadi malam ada yang mabar sampai ngenalin ke adik-adiknya lho. Katanya adiknya bilang 'Kakak Cantik' ya?"

"Iya, aku dapet bocoran dari grup semalem!" sahut Dela sambil cekikikan. "Arya, adek kamu si Dika sama Lulu lucu banget sih. Pinter banget godain abangnya."

Wajahku benar-benar sudah merah padam sekarang. Batin di kepalaku berteriak, Aduh, Rara sama Dela tahu juga! Habis sudah harga diriku di kelas ini!

"Eh, udah-udah, jangan digodain terus Aryanya. Kasihan tuh mukanya udah kayak kepiting rebus," bela Nayara, meski dia sendiri juga terlihat menahan tawa sambil melirikku.

Tak lama kemudian, bel berbunyi. Kami semua bersiap menuju lapangan, mengira akan langsung praktik fisik di bawah terik matahari. Namun, Bu Vero justru masuk ke kelas dengan membawa bola basket besar dan sebuah papan jalan berisi kertas-kertas materi.

"Anak-anak, hari ini matahari sedang terlalu terik dan lapangan sedang diperbaiki sedikit di bagian ring-nya. Jadi, hari ini kita tidak praktik di lapangan," ucap Bu Vero.

Satu kelas bersorak lega, terutama aku. Alhamdulillah, nggak perlu praktik push-up atau lari hari ini, batinku bersyukur.

"Tapi," lanjut Bu Vero, membuat sorakan terhenti seketika. "Sebagai gantinya, kita akan melakukan pendalaman materi di dalam kelas. Silakan buka buku catatan kalian. Ibu akan menjelaskan tentang teknik dasar Bola Basket dan kalian harus mencatatnya dengan rapi."

Kami semua mendesah pelan, tapi tetap mengeluarkan buku catatan. Bu Vero mulai menuliskan poin-poin penting di papan tulis: Dribbling, Passing (Chest Pass, Bounce Pass, Overhead Pass), dan Shooting.

Karena kami duduk dalam format kelompok seperti kemarin, posisi duduk kami masih berdekatan. Aku di depan, Anos di sampingku, Farel di samping Anos, dan Nayara tepat di belakang sampingku bersama Rara dan Dela.

"Ry, pinjem penggaris dong," bisik Nayara sambil mencolek bahuku pelan.

Aku merogoh kotak pensil dan memberikan penggaris besiku tanpa menoleh sepenuhnya. "Nih, Nay."

"Makasih ya, Kapten," jawabnya dengan nada bercanda yang sangat rendah, hanya bisa kudengar olehku.

Aku hampir saja salah menulis angka karena bisikannya itu. Sial, Nayara benar-benar tahu cara membuat jantungku berdegup tidak keruan. Sementara Bu Vero sibuk menjelaskan tentang posisi kaki saat melakukan shooting, aku justru sibuk menahan diri agar tidak sering-sering menoleh ke belakang.

Di barisan belakang, Fahmi dkk terlihat sangat bosan. Mereka mencoret-coret buku dengan malas. Fahmi sesekali menatap ke arah kami dengan tatapan tajam, mungkin dia masih kesal karena tidak diajak mabar atau karena dia merasa tersisih dari keceriaan yang kami bangun di barisan depan.

"Arya, coba kamu sebutkan tiga jenis passing yang baru saja Ibu tulis," tanya Bu Vero tiba-tiba.

Aku berdiri dengan sigap. Berkat konsentrasiku yang terbagi antara materi dan Nayara, aku masih bisa menjawab dengan lancar. "Chest pass, Bounce pass, dan Overhead pass, Bu."

"Bagus. Silakan duduk kembali," puji Bu Vero.

Begitu aku duduk, Anos menyenggol lenganku. "Hebat lo Ry, tetep fokus walau di belakang ada bidadari yang bisik-bisik," candanya tanpa suara.

"Diem lo, Nos!" balasku dengan gerak bibir saja.

Jam pelajaran PJOK di dalam kelas ini ternyata jauh lebih menyenangkan daripada yang kubayangkan. Kami mencatat sambil sesekali berdiskusi kecil. Rara dan Dela terus-menerus mengaitkan istilah-istilah basket dengan game epep yang kami mainkan semalam.

"Kalau shooting di basket itu kayak sniping pakai AWM nggak sih, Ry?" tanya Rara dengan polosnya saat Bu Vero sedang membelakangi kami.

"Ya beda lah, Ra! Basket pakai tangan, epep pakai jempol!" sahut Farel yang langsung membuat kami semua menahan tawa agar tidak ditegur Bu Vero.

Nayara ikut menyahut pelan, "Tapi sama-sama butuh fokus kan? Kayak Arya semalam pas jagain aku dari musuh."

Batin di kepalaku kembali bergejolak. Nayara... tolong, jangan bikin aku pingsan karena salting di jam olahraga! Aku hanya bisa tersenyum kaku sambil terus menulis teknik lay-up yang dijelaskan di depan.

Rabu ini terasa sangat damai. Tidak ada keringat berlebih di lapangan, tidak ada ejekan fisik dari Fahmi, yang ada hanyalah goresan pena di atas kertas dan interaksi manis yang membuatku merasa benar-benar diterima di SDN 12. Aku menyadari satu hal, bahwa kebahagiaan itu tidak selalu datang dari kemenangan besar di game, tapi dari momen-momen kecil seperti meminjamkan penggaris pada orang yang kita sukai atau sekadar berbagi tawa dengan teman sejati.

Saat bel istirahat berbunyi, Bu Vero menutup pelajaran. "Minggu depan baru kita praktikkan teknik-teknik ini di lapangan. Siapkan fisik kalian!"

"Siap, Bu!" teriak kami semua.

Begitu Bu Vero keluar, Rara langsung berdiri. "Ayo! Kantin! Aku laper banget gara-gara nahan tawa tadi!"

"Yuk! Arya, lo ikut kan?" tanya Anos.

Aku melihat ke arah Nayara. Dia mengangguk sambil tersenyum. "Ayo Arya, bareng kita aja."

Aku berdiri, menutup buku catatanku dengan perasaan puas. Hari Rabu yang kukira akan penuh tekanan fisik, justru berubah menjadi hari yang penuh warna. Sambil berjalan menuju pintu kelas, aku sempat melirik Fahmi yang masih duduk cemberut di mejanya. Aku merasa kasihan padanya, dia memilih untuk membenci di saat ada begitu banyak persahabatan yang bisa ia bangun.

Tapi aku tidak akan membiarkan dia merusak hari ini. Aku melangkah keluar kelas bersama skuad-ku, siap menghadapi sisa hari dengan senyum yang terus mengembang.

More Chapters