BAB 17: Miss Perfect dan Kapten yang Terbata-bata
Hari Kamis tiba dengan membawa suasana yang sedikit berbeda. Bukan karena cuaca, tapi karena pagi-pagi sekali grup WhatsApp SQUAD 12 yang kini sudah beranggotakan 15 orang itu sudah meledak. Bukan bahas mabar, tapi membahas rencana "pembantaian" sang Kapten di jam pelajaran Bahasa Inggris. Pasalnya, semua orang tahu kalau di kelas 5 ini, ada satu "ratu" yang menguasai semua mata pelajaran, terutama bahasa asing: Nayara Amora.
Begitu aku melangkah masuk ke kelas, Anos sudah berdiri di depan pintu dengan kamus kecil di tangannya.
"Good morning, Captain Arya! How are you today? Are you ready to be defeated by your 'Bidadari' in English class?" sapa Anos dengan aksen yang dibuat-buat mirip bule nyasar.
"Apaan sih lo, Nos. Berisik!" jawabku sambil berusaha melewati dia, tapi Farel menghadangku dari samping.
"Eh, jangan lari dulu, Ry! Tadi di grup Rara bilang, hari ini ada tes lisan (speaking). Lo udah siap belum? Secara, Nayara itu kan Miss Perfect. Nilai dia nggak pernah di bawah 95 kalau soal Inggris," goda Farel sambil menaik-turunkan alisnya.
Aku menelan ludah. Jujur saja, kalau soal strategi epep atau matematika, aku masih bisa bersaing. Tapi kalau soal Bahasa Inggris? Aku sering keliru membedakan mana Subject mana Object. Apalagi di depan Nayara, lidahku rasanya seperti terikat tali sepatu.
Tak lama kemudian, Nayara masuk. Dia terlihat sangat segar dengan buku paket Bahasa Inggris di pelukannya. Rara dan Dela mengapitnya di kiri dan kanan, wajah mereka penuh dengan aura ingin menggoda.
"Eh, itu dia Kapten kita yang semalam folder HP-nya penuh foto bidadari!" seru Rara dengan suara lantang.
"Nay, lo denger nggak? Katanya si Arya semalam sampai latihan ngomong 'I love you' di depan cermin buat tes lisan hari ini," timpal Dela yang langsung membuat seisi kelas 5 tertawa pecah, termasuk beberapa anak kelas 4 yang sedang lewat di depan jendela.
"Kalian ini... udah, jangan digodain terus," ucap Nayara sambil duduk di kursinya, tepat di belakang sampingku. Dia mencondongkan tubuhnya, "Arya, jangan dengerin mereka ya. Kamu sudah belajar kan buat tes nanti?"
Aku menoleh kaku. "U-udah dikit, Nay. Tapi aku masih bingung bedain present tense sama past tense."
Nayara tersenyum manis—jenis senyum yang bikin aku makin blank. "Sini, aku kasih tahu triknya. Gampang kok, asalkan kamu nggak salting liatin aku terus."
"CIIEEEEE! KODE KERAS LAGI!" teriak Anos dari pojok kelas, yang langsung disambut sorakan "Uhuy!" dari penghuni barisan depan lainnya.
Suasana mendadak sunyi saat Guru Bahasa Inggris kami masuk. Beliau dikenal sangat disiplin. "Okay class, today we will do a conversation test. In pairs!" ucap beliau tegas.
Duniaku serasa berhenti saat beliau menunjuk kami. "Arya and Nayara, come to the front, please!"
Aku berdiri dengan kaki yang gemetar. Berdiri di depan kelas untuk presentasi kemarin saja sudah bikin keringat dingin, apalagi sekarang harus berdialog dalam bahasa Inggris dengan crush sendiri di depan seluruh teman-temanku.
"Start now," perintah Guru.
"Hello Arya, how are you today?" tanya Nayara memulai dialog. Suaranya sangat lancar, aksennya terdengar sangat keren, mirip orang-orang di film.
"I... I am... fine... and... and you?" jawabku terbata-bata. Lidahku benar-benar kaku.
"I am great. By the way, what is your hobby?" tanya Nayara lagi.
"My... my hobby is... play... playing game... with... with you," jawabku tanpa sadar.
Seketika seisi kelas meledak. Anos sampai memukul-mukul mejanya. "WADUH! MAIN GAME WITH YOU KATANYA! LANJUTKAN KAPTEN!"
Wajahku sudah panas luar biasa. Nayara juga ikut tersipu, tapi dia tetap berusaha profesional sebagai "Miss Perfect" kelas 5. "Oh, that's nice. What game do you play?"
"I play Free Fire... I am the Captain, and you are... my... my..." aku berhenti sejenak, batin di kepalaku berteriak: Jangan bilang bidadari! Jangan bilang bidadari! "...you are my best teammate."
"Huuuuu! Penonton kecewa! Kirain mau bilang 'my wife'!" teriak Farel dari barisan tengah, membuat Guru Bahasa Inggris harus mengetukkan penggaris ke meja untuk menenangkan kelas.
Setelah tes selesai, kami kembali ke bangku. Aku menyembunyikan wajahku di balik buku paket. Malu, tapi ada perasaan lega. Begitu aku duduk, aku merasakan kursi Nayara bergeser mendekat.
"Arya," bisik Nayara dari belakang. "Tadi bahasa Inggris kamu lumayan kok. Tapi bagian 'playing game with you' itu... kamu beneran ya?"
Aku menoleh pelan, melihat matanya yang berbinar usil. "Eh... itu... tadi kan cuma latihan dialog, Nay."
"Masa? Tapi kok mukanya merah banget?" goda Nayara lagi sambil tertawa kecil.
Tiba-tiba, dari arah belakang, Fahmi yang sedari tadi diam karena kesal melihat kemesraan kami, mulai beraksi. "Cih, bahasa Inggris belepotan aja bangga! Nay, mending lo sama gue aja, gue udah les di kota tahu!"
Nayara tidak menoleh sedikit pun ke arah Fahmi. Dia tetap menatapku. "Pinter bahasa Inggris karena les itu biasa, Fah. Tapi pinter bikin orang nyaman meski bahasanya belepotan, itu baru luar biasa. Ya kan, Ry?"
Aku terdiam, hatiku rasanya seperti disiram sirup manis sedingin es. Anos yang mendengar itu langsung memberikan jempol ke arahku. "Gila! Skor satu kosong buat Arya! Fahmi, mending lo balik mabar sama cacing aja sana!"
Sepanjang sisa jam pelajaran, aku terus diejek oleh Anos, Farel, Rara, dan Dela. Mereka bahkan membuatkan "lagu" pendek dengan nada potong bebek angsa yang liriknya diubah menjadi: "Arya main epep, mabar sama Nayara, Kaptennya salting, Bidadari tertawa..."
Meskipun diejek habis-habisan oleh 15 anggota SQUAD 12 dan teman-teman sekelas, aku tidak merasa marah sedikit pun. Justru di tengah ejekan itu, aku merasa benar-benar hidup. Aku merasa punya keluarga baru di sekolah ini.
Saat jam istirahat tiba, kami berkumpul lagi untuk membahas Guild yang baru saja resmi dibuat. Nama Guild-nya resmi menjadi SQUAD 12.
"Ry, lo liat nggak? Member kita nambah lagi tuh, ada adek kelas 3 yang namanya Lulu (bukan adikku, tapi nama yang sama) pengen masuk juga," kata Farel menunjukkan layar HP-nya.
"Gila, bener-bener populer lo sekarang, Ry. Berkat 'Bidadari' lo juga sih," goda Anos sambil menyenggol bahuku.
Aku menatap Nayara yang sedang sibuk menjelaskan materi bahasa Inggris yang tadi sulit kepada Rara dan Dela. Dia benar-benar pintar, baik, dan selalu membelaku. Batin di kepalaku berbisik: Arya, lo harus bener-bener bersyukur pindah ke sini. Luka di SDN 11 emang pahit, tapi kalau nggak ada luka itu, lo nggak bakal pernah ketemu sama orang-orang luar biasa ini.
Sambil menunggu bel masuk, aku membuka HP dan melihat foto profil grup WhatsApp SQUAD 12. Foto kami berenam saat sedang duduk di bawah pohon kersen kemarin. Aku tersenyum lebar. Bagiku, tidak masalah lidahku kelu saat berbicara bahasa Inggris, asalkan saat berbicara tentang masa depan, aku punya mereka—dan terutama Nayara—di sampingku.
Next Step:lanjut ke momen mabar pertama kali sebagai "Guild Resmi" di mana mereka melawan Guild dari sekolah lain? Atau mau ada drama baru saat Bapak dan Ibu Arya tiba-tiba datang ke sekolah dan bertemu Nayara?
