📖 BAB 2 – Malam Pengkhianatan
Lima tahun lalu…
Istana Kerajaan Elvaria tampak megah dengan cahaya lilin dan lentera. Malam itu, pesta besar diadakan untuk merayakan penobatan Putra Mahkota Kael D'Astrea sebagai komandan ksatria tertinggi. Aula penuh dengan tawa, denting gelas, dan musik para pemetik harpa.
Di tengah kemeriahan, Aeryn Valeria berdiri di balkon, mengenakan gaun biru langit yang lembut. Matanya menatap Kael dari kejauhan, lelaki yang selama ini ia percayai dan cintai. Kael terlihat gagah dengan baju zirah perak yang berkilau, senyumannya meneduhkan.
"Aku bangga padamu, Kael," bisik Aeryn, saat lelaki itu menghampirinya.
Kael menggenggam tangannya, menatap dengan mata penuh janji."Sebentar lagi, semua ini untuk kita, Aeryn. Aku akan menghadap Raja, memintanya memberkati pernikahan kita."
Kata-kata itu membuat pipi Aeryn memerah. Ia percaya, malam itu akan menjadi awal bahagia hidupnya.
Namun kebahagiaan itu runtuh dengan cepat.
Tiba-tiba, pintu aula terbuka dengan keras. Seorang perempuan bergaun merah darah masuk, langkahnya mantap, senyum dingin menghiasi bibirnya. Dialah Lady Seraphine, putri penasihat kerajaan yang selama ini memendam iri pada Aeryn.
"Dia itu penyihir!" teriak Seraphine, menunjuk Aeryn dengan dramatis. "Aku melihatnya melakukan ritual terlarang di hutan hitam!"
Bisik-bisik memenuhi aula. Beberapa bangsawan mundur ketakutan, yang lain menatap Aeryn dengan curiga.
"Apa maksudmu?" Aeryn terkejut, suaranya bergetar."Aku bukan penyihir! Aku—"
Namun sebelum ia sempat menjelaskan, beberapa ksatria berlari masuk, membawa botol berisi ramuan hitam."Bukti ini ditemukan di kamarnya, Yang Mulia," ujar salah satu ksatria kepada Raja.
Aeryn ternganga. Itu bukan miliknya. Ia tidak tahu bagaimana benda itu bisa ada di kamarnya.
Seraphine tersenyum puas. "Dia berniat mengutuk kerajaan. Kita harus menghentikannya sebelum terlambat."
Aeryn menatap Kael dengan panik."Kael! Kau tahu aku bukan penyihir! Katakan sesuatu!"
Kael menatapnya—lama, dingin, dan penuh keraguan. Lalu, dengan suara berat, ia berkata,"Maafkan aku, Aeryn… tapi aku tak bisa membelamu."
Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari pedang mana pun.
"Kael…" bisik Aeryn, suaranya hampir tak terdengar."TIDAK! Aku bukan penyihir! Kalian harus percaya padaku!"
Teriakannya tidak mengubah takdir malam itu.
Di hadapan semua orang, Aeryn ditangkap, tangannya diikat dengan rantai besi. Orang-orang yang dulu memujanya kini meludah ke tanah, menyebutnya setan.
Dan di malam itu, tanpa pengadilan, ia dijatuhi hukuman bakar hidup-hidup.
Api melalap tubuhnya, teriakan kesakitannya menembus langit malam. Di detik terakhir kesadarannya, ia melihat Kael berdiri di barisan depan—mata lelaki itu tak lagi lembut seperti dulu. Bahkan… Kael sendiri yang menjatuhkan obor ke kayu di bawahnya.
Pengkhianatan itu menghancurkan hati Aeryn.
Sebelum api menutup pandangannya, ia berbisik dengan suara patah namun penuh kebencian:
"Aku akan kembali… dan kalian semua akan menyesal."