LightReader

Chapter 5 - Kembalinya Sosok Gelap untuk Balas Dendam

šŸ“– BAB 5 – Bisikan di Balik Kabut

Pagi itu, desa kecil di kaki bukit Elvaria gempar.Rumah kayu milik Gareth ditemukan kosong—meja terbalik, kursi hancur, dan dinding penuh bekas cakaran hitam. Tidak ada mayat. Tidak ada darah. Hanya hawa dingin yang menempel di udara, membuat para penduduk bergidik ketakutan.

"Dia hilang… begitu saja," bisik seorang wanita desa sambil memeluk anaknya. "Ada yang bilang, malam tadi terdengar jeritan."

"Jeritan? Aku tak mendengar apa-apa," jawab seorang pria tua, suaranya bergetar. "Tapi aku merasakan sesuatu… sesuatu yang menatap dari kegelapan."

Rumor itu menyebar cepat seperti api yang membakar jerami kering. Bisikan tentang 'sosok gelap' yang mengambil orang-orang berdosa.

Di kota Elvaria, rumor itu sampai ke telinga orang-orang istana.

Seraphine duduk di ruang tamu megahnya, ditemani secangkir anggur merah. Wajahnya tetap cantik dan menawan, tapi bibirnya menekuk sedikit ketika pelayannya berbisik di telinga:

"Nona, ada kabar… Gareth hilang."

Alis Seraphine terangkat. "Hilaaang?" ia mengulang dengan nada malas, tapi matanya menyipit sedikit. "Mungkin kabur. Dia selalu pengecut."

Namun ketika pelayan itu menambahkan, "Orang-orang bilang ia diambil oleh kabut hitam," wajah Seraphine menegang.

Kabut hitam. Kata-kata itu menimbulkan kenangan yang ia pikir sudah hilang—kenangan tentang seorang gadis yang dibakar hidup-hidup di alun-alun.

"Tidak mungkin," Seraphine berbisik. "Dia sudah mati."

Sementara itu, di luar tembok kota.

Aeryn berdiri di tepi hutan, menatap kota Elvaria dari kejauhan. Kabut hitam menari di sekitarnya, membisikkan kata-kata asing.

"Mereka mulai takut…""Nama mu belum disebut… tapi rasa takut itu manis."

Aeryn mengangkat tudung jubahnya, menyingkap wajahnya yang kini setengah berubah. Mata peraknya berkilau dingin, dan di bawah kulitnya, urat-urat hitam samar terlihat, berdenyut seperti hidup.

"Takut hanyalah permulaan," gumamnya pelan. "Aku ingin mereka hancur, bukan hanya takut."

Ia membuka telapak tangan. Dari kabut, sesuatu terbentuk—sebuah belati hitam dengan runa merah yang berkilau samar.

"Senjata dari kegelapan…" bisiknya, mengangkat belati itu ke cahaya bulan yang mulai memudar. "Senjata untuk membalas dendamku."

Di dalam kota, seseorang mulai merasakan kehadirannya.

Kael.

Lelaki itu kini menjadi komandan ksatria kerajaan. Tubuhnya lebih kekar, wajahnya semakin tegas, tapi matanya masih menyimpan bayangan malam pengkhianatan itu.

Pagi itu, saat ia berdiri di balkon menatap ke arah hutan, bulu kuduknya tiba-tiba berdiri.

Ada sesuatu.

Sebuah perasaan yang familiar, dingin, dan menusuk.

"Komandan Kael," seorang ksatria memanggilnya dari belakang. "Ada laporan… tentang kabut hitam yang muncul di desa."

Kael tidak menoleh. Matanya tetap terpaku ke arah hutan.

"Siapkan pasukan kecil," katanya akhirnya, suaranya dalam. "Aku sendiri yang akan memeriksanya."

Tapi di dalam hatinya, ada pertanyaan yang tak bisa ia buang:

"Mustahil… kan? Tidak mungkin dia… kembali?"

Aeryn tersenyum tipis dari balik kabut, seolah mendengar pikiran Kael.

"Lihat aku, Kael," bisiknya ke angin. "Lihat apa yang telah kau ciptakan."

More Chapters