LightReader

Chapter 7 - Kembalinya Sosok Gelap untuk Balas Dendam

📖 BAB 7 – Bayangan Masa Lalu

Kabut telah hilang, meninggalkan hutan dalam keadaan senyap, tapi perasaan aneh itu tetap menempel di hati Kael.Ia menatap jalur setapak yang tadi dipenuhi kabut, wajahnya tegang.

"Tidak mungkin… dia sudah mati. Aku melihat sendiri api itu melahap tubuhnya," pikirnya, mencoba meyakinkan diri.

Namun, gambaran mata perak yang menatapnya tadi terus menghantui pikirannya. Mata itu begitu familiar. Terlalu familiar.

Kembali ke istana Elvaria.

Kael berdiri di ruang rapat ksatria, meletakkan pedangnya di meja. Para bawahannya mengelilingi meja dengan wajah cemas.

"Komandan," ujar salah satu ksatria, "apa yang kita hadapi malam itu? Itu bukan manusia biasa. Aku… aku bahkan tak bisa menggerakkan pedangku ketika dia menatapku."

Kael menatap prajurit itu, suaranya dingin."Diamkan kabar itu. Jangan sampai rumor ini menyebar dan menimbulkan kepanikan di kota."

"Tapi, Komandan—"

"Aku bilang diamkan," potong Kael tegas.

Para ksatria terdiam, saling menatap cemas. Mereka tahu, jika Kael sampai seserius ini, artinya ancaman itu nyata.

Di tempat lain, Lady Seraphine duduk di ruang pribadinya.

Kamar itu mewah, wangi bunga mawar, dan dipenuhi kain sutra. Tapi wajahnya tidak seindah kamarnya saat ia menatap cermin besar di depannya.

Seraphine menatap bayangannya, bibir merahnya mengerucut.

"Kabut hitam, mata perak… dan Gareth yang menghilang," gumamnya. "Tidak mungkin… Aeryn sudah mati. Aku memastikan sendiri malam itu."

Namun, keraguan mulai menelusup di hatinya. Dia tahu Aeryn bukan perempuan biasa. Sejak dulu, aura aneh mengelilinginya—dan jika rumor itu benar…

"Jika dia kembali…" wajah Seraphine mengeras. "…dia akan datang untukku."

Di hutan, Aeryn berjongkok di tepi sungai kecil.

Air sungai memantulkan wajahnya—wajah yang kini bukan lagi milik gadis yang dulu penuh harapan. Kulitnya pucat, matanya berkilau dingin, dan senyum tipis di bibirnya penuh arti.

Ia menenggelamkan jarinya ke air, dan kilatan kabut hitam muncul di permukaan. Dari kabut itu, wajah-wajah samar terlihat—jiwa-jiwa yang pernah ia tarik ke dalam kegelapan.

"Gareth sudah jadi milikku," bisik Aeryn. "Tapi itu tidak cukup. Itu belum cukup untuk menghancurkan mereka."

Kabut di sekitarnya berbisik, suara-suara lembut tapi menusuk telinga:

"Kota itu… Kael… Seraphine…"

Aeryn tersenyum."Ya… sudah waktunya aku masuk ke kota."

Sementara itu, Kael tidak bisa tidur malam itu.

Ia duduk di tepi ranjang, hanya diterangi cahaya lilin. Di meja, ada sebuah benda kecil—liontin biru. Liontin itu sederhana, tapi sangat berharga.

Liontin itu milik Aeryn.

Ia memegang liontin itu erat, jantungnya berdetak keras.

"Jika itu benar-benar kau, Aeryn…" bisiknya pelan. "Apa yang kau inginkan dariku?"

Di atas menara tertinggi Elvaria, kabut hitam tipis muncul.

Sosok berbalut jubah hitam berdiri di sana, memandang kota dari atas, senyum samar menghiasi bibirnya.

"Apa yang kuinginkan darimu, Kael?" bisiknya pada angin malam."Sederhana saja. Aku ingin… kau hancur, seperti kau menghancurkanku."

More Chapters