BAB 12 – Pesta Darah di Balai Bangsawan
Balai bangsawan Elvaria malam itu dipenuhi cahaya. Kristal-kristal lampu gantung memantulkan sinar emas, musik gesekan biola mengalun lembut, dan suara tawa para bangsawan mengisi ruangan.Semua mengenakan pakaian terbaik mereka, menari dan berbincang seolah dunia tidak memiliki satu pun masalah.
Di sudut aula, Baron Eldric berdiri dengan segelas anggur merah di tangan, wajahnya memerah oleh tawa dan minuman. Lelaki tua itu menikmati pesta, memamerkan cincin emas di jarinya, seolah semua dosa masa lalunya hanyalah kenangan samar yang tidak penting.
Dia tidak tahu bahwa malam ini, dosa itu akan menuntut balas.
Pintu besar aula terbuka.
Seorang perempuan masuk, berbalut gaun hitam sederhana tapi elegan. Wajahnya setengah tertutup kerudung tipis, tapi cukup terlihat untuk memancing bisik-bisik:
"Siapa itu?""Tabib keliling, katanya… namanya Lyra."
Aeryn melangkah dengan tenang, membawa keranjang kecil berisi botol-botol ramuan. Kepada para bangsawan, ia hanyalah tabib asing yang diundang untuk "membawa aroma baru" ke pesta. Tidak ada yang curiga… kecuali satu orang.
Dari balkon atas, Kael memperhatikan.
Mata komandan ksatria itu tajam, menatap setiap gerakan perempuan itu. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa kecurigaannya berlebihan, tapi setiap kali ia melihat mata perak itu, bayangan Aeryn selalu muncul.
Kalau benar itu dia… kenapa dia ada di sini?
Di aula, Aeryn bergerak mendekati targetnya.
Baron Eldric sedang tertawa keras saat ia menyapa, suara tawanya terhenti."Baron Eldric," ucap Aeryn lembut, senyumnya samar. "Saya mendengar kesehatan Anda tak sebaik dulu. Saya membawa ramuan khusus."
Baron itu mengerutkan dahi, menatapnya dari ujung kaki hingga kepala. Tapi akhirnya, ia tertawa kecil."Ramuan, ya? Baiklah, tabib cantik. Tunjukkan apa yang kau punya."
Aeryn mengeluarkan botol kecil berisi cairan merah pekat."Cukup setetes," katanya. "Akan membuat tubuh Anda terasa ringan… dan tidur malam ini lebih nyenyak."
Baron mengangkat botol itu, memandang cairan merah yang berkilau. Tidak ada yang tahu bahwa bukan ramuan penyembuhan yang ia bawa, tapi senjata dari kegelapan.
Saat Baron meminumnya, suasana tetap ceria.
Namun, hanya beberapa menit setelah itu, Eldric mulai merasa aneh. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya melotot. Ia meraih kerah bajunya, seperti kekurangan udara.
"A… apa… ini…?" suara seraknya memecah musik.
Para bangsawan berhenti menari. Suara bisik-bisik berubah menjadi kepanikan.
Lilin-lilin tiba-tiba padam.
Aula menjadi gelap gulita, hanya diterangi cahaya bulan dari jendela besar. Dari lantai, kabut hitam mulai keluar, merayap ke seluruh ruangan.
Jeritan pertama terdengar.
"APA ITU?!"
Bangsawan-bangsawan berlari, rok sutra dan mantel mewah mereka terseret ke lantai, tapi kabut semakin tebal.
Di tengah kepanikan, Baron Eldric berteriak keras, lalu tubuhnya terangkat beberapa senti dari lantai, seperti ada tangan tak terlihat yang mencekiknya.
Dan di tengah semua itu… Aeryn berdiri tenang.
Gaun hitamnya berkibar pelan meski tak ada angin. Matanya kini sepenuhnya berkilau perak, tidak lagi ditutupi ilusi. Semua yang melihatnya membeku, ngeri.
"Baron Eldric," suaranya bergema, dingin seperti besi."Lima tahun lalu, kau menandatangani surat kematianku sambil tertawa. Sekarang, aku di sini… untuk mengembalikan tawa itu."
Tangan Aeryn terangkat, dan kabut hitam berubah menjadi tali-tali gelap yang membelit Eldric. Bangsawan tua itu menjerit, matanya memohon ampun, tapi kabut itu menariknya—perlahan, ke dalam kegelapan.
Dan dalam sekejap… dia lenyap.
Tidak ada mayat. Tidak ada darah. Hanya suara terakhirnya yang bergema di aula, membuat bulu kuduk semua orang berdiri.
Cahaya lilin menyala kembali.
Aula hancur berantakan. Para bangsawan ketakutan, beberapa pingsan, beberapa berlari keluar. Dan Aeryn? Ia sudah pergi—kabut tipis menghilang seperti mimpi buruk.
Dari balkon atas, Kael terlambat turun.
Matanya memandang aula yang porak poranda, dan jantungnya berdetak keras. Ia tahu ini bukan serangan biasa. Ia tahu ada sesuatu—atau seseorang—yang ia kenal.
Aeryn… pikirnya. Kalau benar kau… kenapa kau kembali seperti ini?