LightReader

Chapter 14 - Kembalinya Sosok Gelap untuk Balas Dendam

BAB 14 – Pertemuan Dua Musuh Lama

Sore itu, langit Elvaria berwarna abu-abu. Angin membawa aroma hujan, tapi kota tetap ramai. Di jalanan berbatu, kabar tentang "tabib keliling bernama Lyra" semakin menyebar.Sebagian warga datang mencari bantuan, sebagian lagi hanya ingin melihat sosok perempuan bermata perak yang menjadi bahan bisik-bisik.

Tapi malam ini, Aeryn punya tujuan lain.

Istana kecil Lady Seraphine.

Bangunan itu megah dengan pilar putih dan halaman luas. Di dalamnya, Lady Seraphine duduk di ruang tamu, mengenakan gaun sutra merah darah. Senyumnya tetap anggun, tapi jemarinya menggenggam cangkir anggur terlalu erat—ketegangan tersembunyi di balik elegansi.

Seorang pelayan masuk, membungkuk."Nona, ada tabib keliling di luar. Namanya Lyra. Katanya… dia membawa ramuan khusus untuk Nona."

Seraphine mengangkat alis, wajahnya penuh kecurigaan."Tabib?" gumamnya. "Kirimi dia masuk."

Pintu ruang tamu terbuka.

Aeryn melangkah masuk, gaun abu-abu sederhana menutupi tubuhnya, tudung hitam tipis menutupi sebagian wajah. Ia tampak tenang, bahkan tersenyum samar.

"Lady Seraphine," suaranya lembut namun menggema entah bagaimana di ruangan itu."Aku mendengar Anda sering menderita sakit kepala. Aku membuat ramuan untuk membantu tidur Anda."

Seraphine menatapnya tajam. Mata bangsawan itu menyapu wajah Aeryn, lalu berhenti di matanya—mata perak.

Untuk sesaat, tubuh Seraphine menegang. Ingatan malam eksekusi lima tahun lalu menghantamnya. Aeryn terikat, berteriak, api melalap tubuhnya… dan mata itu—mata perak yang menatapnya penuh kebencian.

Seraphine menegakkan tubuhnya. Suaranya tenang, tapi ada retakan di dalamnya."Mata yang… menarik," katanya pelan.

Aeryn hanya tersenyum tipis. "Anugerah yang lahir bersamaku, Lady Seraphine. Tak ada yang istimewa."

Keduanya duduk berhadapan.

Ketegangan terasa di udara, seperti dua pedang yang disilangkan tapi belum ditebaskan.

"Dari mana kau datang, Lyra?" tanya Seraphine, menatap dengan senyum yang dipaksakan.

"Dari banyak tempat," jawab Aeryn ringan. "Aku seorang pengelana. Tidak banyak yang bisa dikatakan tentang orang sepertiku."

Seraphine meneguk anggurnya, matanya tak lepas dari Aeryn. Ia mencoba membaca setiap gerakan kecil—cara Aeryn mengangkat dagu, cara bibirnya melengkung. Ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Dia seperti… bayangan dari masa lalu yang ingin aku lupakan.

Aeryn mengeluarkan botol kecil berisi cairan keperakan.

"Ramuan ini akan membuat tidur Anda damai," katanya pelan. "Mungkin juga… membuat mimpi Anda lebih jernih."

Ia meletakkan botol itu di meja, tapi sengaja menyentuh jari Seraphine saat menyerahkannya.Senyum tipisnya muncul, begitu dekat, suaranya turun menjadi bisikan.

"Kadang… mimpi membawa kembali wajah-wajah yang ingin kita lupakan."

Seraphine membeku sejenak. Jemarinya mencengkeram cangkir anggur lebih keras.

Keheningan memanjang.

Dua pasang mata—mata perak dan mata emas—saling menatap. Tidak ada yang mengucap kata "Aeryn." Tidak ada yang menyebut pengkhianatan lima tahun lalu. Tapi di udara, nama itu bergema.

Aeryn akhirnya berdiri."Saya tidak ingin mengganggu lebih lama. Ramuan itu akan membantu Anda tidur malam ini."

Ia melangkah menuju pintu, tapi sebelum keluar, ia menoleh, menatap Seraphine sekali lagi.

"Tidurlah nyenyak, Lady Seraphine. Karena malam-malam tenang tidak akan bertahan lama."

Seraphine menatap kepergian Aeryn.

Tangannya gemetar. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, ia merasa takut—bukan pada rumor, bukan pada kabut, tapi pada mata perak itu.

Di bibirnya, satu nama akhirnya keluar, nyaris berbisik:

"Aeryn…"

Di luar istana, Aeryn berjalan pelan di jalan berbatu.

Senyumnya tipis, hampir tak terlihat.

"Kau mengingatku, Seraphine," bisiknya pada malam."Bagus. Aku ingin kau mengingat… sebelum aku menghancurkanmu."

Kabut hitam merayap di tanah di belakangnya, menelan jejak langkahnya satu per satu.

More Chapters