LightReader

Chapter 20 - Kembalinya Sosok Gelap untuk Balas Dendam

BAB 20 – Teror di Balik Cermin

Malam itu, istana Lady Seraphine terasa berbeda.

Pelayan-pelayan menutup tirai lebih cepat, lilin dinyalakan lebih banyak dari biasanya, dan semua pintu dikunci rapat.Lady Seraphine duduk di ruang pribadinya, mengenakan gaun sutra merah yang menempel indah di tubuhnya, tapi wajahnya pucat—mata indahnya dipenuhi rasa gelisah.

Dia datang untukku… aku tahu itu.

Tangannya menggenggam cangkir anggur, tapi minuman itu tak memberinya keberanian seperti biasanya.

Di kamar besar itu, ada sebuah cermin besar.

Cermin dengan bingkai emas, berdiri di sudut ruangan. Seraphine menatap bayangannya sendiri—wajah sempurna, bibir merah, mata emas. Ia mencoba tersenyum pada bayangannya, tapi senyum itu goyah.

"Dia sudah mati…" gumamnya, seperti meyakinkan diri. "Aeryn sudah mati lima tahun lalu…"

Tiba-tiba, cahaya lilin berkedip.

Cermin itu bergetar.

Seraphine menegang. Ia mengedip, berpikir itu hanya bayangan lilin. Tapi kemudian, bayangan di cermin tersenyum—sendiri.

Senyum itu bukan senyum Seraphine. Itu senyum lain. Senyum dingin.

"Seraphine…"

Suara itu berbisik dari dalam cermin, suara yang membuat darahnya membeku.

Seraphine mundur. "Tidak… tidak mungkin…"

Dari permukaan cermin, kabut hitam mulai merembes keluar, perlahan, seperti tinta tumpah di air.Dan di dalam cermin, sosok itu muncul—Aeryn.

Matanya berkilau perak, rambut hitamnya jatuh seperti air, dan senyum samar menghiasi bibirnya.

"Kau…" suara Seraphine bergetar. "Bagaimana mungkin…?"

Aeryn dalam cermin menatapnya, suaranya pelan tapi jelas:

"Aku sudah mati, Seraphine. Tapi dendamku tidak."

Cermin retak sedikit, suara pecahannya membuat Seraphine menutup telinganya.

Tiba-tiba, lilin-lilin padam.

Ruangan tenggelam dalam kegelapan, hanya diterangi cahaya bulan dari jendela.Dari sudut ruangan, suara langkah terdengar—pelan, tapi memecahkan kesunyian.

"Seraphine…" suara itu lagi, kini bukan hanya dari cermin, tapi dari udara.

Seraphine menjerit, memecahkan gelas anggur dan berlari ke pintu, tapi pintu terkunci. Ia memukul-mukulnya dengan panik.

"Aku tidak bersalah! Itu semua perintah kerajaan!" ia berteriak. "Aku hanya… hanya mengatakan apa yang harus kukatakan!"

Tapi suara itu semakin dekat.

"Kau memulainya. Kau memfitnahku. Kau menonton saat aku dibakar."

Seraphine berbalik.

Cermin kini benar-benar pecah, tapi dari pecahan kaca itu, kabut hitam keluar seperti air bah. Dan di tengah kabut, Aeryn muncul.

Bukan bayangan. Sosok nyata.

Mata peraknya menatap lurus ke mata emas Seraphine.

"Lima tahun kau hidup dengan nyaman," kata Aeryn, suaranya dingin seperti es."Lima tahun aku hidup dengan api di dadaku. Malam ini… kau akan merasakannya."

Seraphine menjerit lagi.

Pelayan-pelayan mencoba masuk, tapi pintu terkunci oleh kekuatan tak terlihat.Dari dalam kamar, hanya terdengar suara kaca pecah, angin dingin, dan jeritan yang memudar…

Di luar, kabut keluar lewat jendela istana Seraphine.

Siluet Aeryn terlihat sekilas di balik kabut, berdiri tenang, gaun hitamnya berkibar ringan. Ia menatap ke bawah, ke halaman istana, dan tersenyum samar.

"Satu lagi…" bisiknya, suaranya nyaris manis. "Satu demi satu…"

More Chapters