BAB 17 – Mimpi dari Kegelapan
Malam itu, Kael tidak bisa tidur.
Kamar pribadinya gelap, hanya diterangi cahaya samar dari bulan yang menembus jendela. Ia berbaring di ranjangnya, tapi setiap kali ia menutup mata, pikirannya kembali pada mata perak itu.Tatapan Lyra—atau Aeryn—terus menghantui.
Ia menghela napas, mencoba memejamkan mata. Dan saat itu juga, mimpi itu datang.
Dalam mimpi.
Kael berdiri di alun-alun kota. Langit berwarna merah darah, dan kabut hitam melingkupi setiap bangunan.Suara-suara samar terdengar dari jauh, seperti jeritan yang teredam.
Ia menatap ke depan, dan di sana—tiang eksekusi.
Diikat pada tiang itu, seorang perempuan dengan gaun biru lusuh, rambut hitam panjang tergerai, tubuhnya penuh luka. Aeryn.
Matanya menatap Kael, bukan dengan cinta, bukan dengan harapan—tapi dengan kebencian yang menusuk sampai ke tulangnya.
"Kenapa, Kael?" suaranya pecah, bergema di seluruh alun-alun kosong."Kenapa kau melempar obor itu?"
Kael mundur setapak, jantungnya berdegup kencang."Aku… aku tidak punya pilihan," suaranya bergetar. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan…"
Aeryn tertawa pelan, suara itu seperti kaca pecah."Tidak ada pilihan? Kau memilih, Kael. Kau memilih mereka… dan mengorbankanku."
Api mulai muncul di bawah tiang eksekusi. Tapi kali ini, api itu tidak memakan tubuh Aeryn. Api itu bergerak ke arah Kael.
Dunia mimpi berubah.
Kael kini berdiri di tengah kabut. Aeryn berdiri beberapa langkah di depannya, mengenakan jubah hitam, mata peraknya berkilau seperti bulan purnama.
"Lihatlah aku sekarang," katanya pelan. "Lihat apa yang kau ciptakan, Kael."
Ia mengangkat tangannya. Kabut berubah menjadi rantai hitam, melilit kaki dan tangan Kael.
"Apa kau takut, Kael?" suaranya bergema di seluruh mimpi itu."Atau kau hanya takut menghadapi dosa-dosamu sendiri?"
Kael terbangun.
Napasnya berat. Tubuhnya basah oleh keringat, matanya liar mencari-cari sesuatu di kamarnya yang gelap.Tapi hanya hening di sekitarnya.
Ia duduk di ranjang, memegang kepala. Itu hanya mimpi. Tapi rasanya terlalu nyata—seolah Aeryn benar-benar berada di sana, menyentuh pikirannya.
Sementara itu, di toko ramuan…
Aeryn duduk di lantai, matanya tertutup. Di sekelilingnya, kabut hitam berputar, seperti lingkaran ritual.
Di udara, bayangan samar wajah Kael muncul di kabut, wajahnya gelisah, berkeringat, dan terjebak di dalam mimpi yang ia buat.
Aeryn membuka matanya perlahan, senyumnya tipis.
"Kau bermimpi tentangku, Kael," bisiknya."Dan setiap malam, aku akan menarikmu sedikit lebih dalam… sampai kau tidak tahu mana mimpi dan mana kenyataan."
Kabut menebal, suara-suara samar berbisik di sekitarnya:
"Hancurkan pikirannya…""Hancurkan hatinya…"
Aeryn memandang ke jendela, ke arah istana tempat Kael berada.
"Kau akan merasakan apa yang kurasakan dulu," katanya pelan, mata peraknya berkilau."Takut. Tak berdaya. Dan sendirian."