LightReader

Chapter 18 - Kembalinya Sosok Gelap untuk Balas Dendam

BAB 18 – Retakan di Dalam Benteng

Markas ksatria Elvaria.

Fajar belum sempurna naik, tapi ksatria-ksatria sudah bergerak di halaman latihan. Denting pedang, suara teriakan latihan, dan hentakan kaki biasanya membuat tempat ini terasa hidup.

Namun pagi itu, ada bisik-bisik.Semua mata mencuri pandang ke satu arah: Komandan Kael.

Kael berdiri di tengah arena latihan. Pedang di tangannya bergetar halus, lingkar hitam terlihat di bawah matanya. Gerakannya tidak setajam biasanya. Beberapa kali, ayunan pedangnya meleset, bahkan hampir menjatuhkan senjata.

Seorang ksatria muda memberanikan diri mendekat."Komandan, Anda… baik-baik saja?"

Kael menatapnya, tatapan matanya tajam tapi ada sesuatu di sana—kekosongan, kebingungan.

"Aku baik-baik saja," jawabnya datar. Tapi suaranya terdengar seperti orang yang memaksa dirinya percaya.

Di ruang makan markas.

Para ksatria berbisik, memastikan suara mereka tak terdengar Kael.

"Dia hampir tidak tidur, katanya.""Aku melihatnya di balkon tengah malam, seperti berbicara pada bayangan.""Bisa jadi… si tabib itu. Perempuan bermata perak itu membawa sesuatu yang aneh."

Bisik-bisik itu menyebar, menebarkan rasa tidak nyaman.

Di kamarnya, Kael duduk di kursi, memegang kepala.

Ia tidak tidur dengan tenang selama tiga malam terakhir. Mimpi itu terus datang.Aeryn—atau bayangannya—selalu hadir.

Kadang ia melihatnya terbakar lagi di tiang eksekusi, menatapnya dengan kebencian. Kadang ia melihatnya dalam jubah hitam, menawarkan tangannya, berbisik,"Ikuti aku ke dalam kegelapan."

Kael meremas liontin biru yang selalu ia bawa.

Aeryn… apa yang kau lakukan padaku?

Sementara itu, di toko ramuan…

Aeryn duduk di meja, menatap permukaan air di mangkuk kecil. Air itu bukan air biasa—air itu memantulkan bayangan Kael yang tampak gelisah, duduk di kamarnya.

Kabut hitam berputar di sekeliling mangkuk, berbisik pelan.

"Dia rapuh sekarang… hancurkan dia lebih jauh…"

Aeryn menyentuh air itu dengan ujung jarinya, dan dalam sekejap, riak muncul, membawa suara samar masuk ke mimpi Kael malam nanti.

Ia tersenyum tipis."Biar ia tidak tahu lagi mana mimpi, mana kenyataan," bisiknya."Biar ia merasakan gila yang kurasakan ketika mereka membakarku."

Di istana, Lady Seraphine mulai merasa terpojok.

Ia menerima laporan hilangnya Baron Eldric, hilangnya Gareth, dan rumor tentang kabut hitam.Tapi laporan terbaru membuat darahnya dingin:

"Nona," kata pelayannya dengan wajah pucat, "kabut itu… terlihat di dekat rumah Anda tadi malam."

Seraphine menggenggam gelas anggurnya terlalu erat sampai pecah. Tangan halusnya berdarah, tapi ia tidak peduli.

Dia datang… untukku.

Di balkon markas ksatria, Kael berdiri memandang kota.

Angin malam berhembus. Dalam kabut tipis, ia melihat bayangan—sosok perempuan berdiri di atap jauh.

Matanya menyipit. Jantungnya berdegup keras. Ia tidak tahu apakah itu nyata atau hanya mimpi yang mengikuti ke dunia nyata.

More Chapters