Chapter 36 – The Clash (Benturan)
Hari yang dinanti telah tiba. Final kompetisi untuk murid dari cabang dan utama Twilight Wind Sect berlangsung hari ini. Semua kultivator dari berbagai penjuru wilayah datang berbondong-bondong, memenuhi tanah utama sekte yang megah, yang berdiri di tengah pegunungan, bukan di puncak Gunung Awan Kelabu di barat kota Holuang seperti banyak orang kira.
Pemandangan di sekitar Twilight Wind Sect menakjubkan. Gunung tinggi menjulang ke langit, puncaknya diselimuti kabut kelabu yang terus bergerak perlahan. Awan itu menggantung bagai selimut tebal, memberikan nuansa tenang namun misterius. Di antara pepohonan yang menghijau, sesekali terlihat hewan spiritual melompat dan berlari, menambah kesan dunia kultivasi yang megah dan hidup.
“Indah sekali... Sekte ini seperti surga di atas tanah,” ucap salah satu kultivator yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sana.
“Bahkan awan di atasnya seperti punya kehendak,” timpal yang lain dengan nada takjub.
Di bagian timur sekte, terbentang arena kompetisi utama, lapangan luas berlapis formasi yang mewarnai lantainya dalam pola kuning dan biru menyala. Tribun besar mengelilingi arena dari empat sisi, penuh sesak oleh para kultivator yang datang dari berbagai sekte, tidak hanya dari Twilight Wind Sect, tetapi juga dari Black Root Sect dan beberapa sekte lain yang mengirim perwakilan untuk menonton atau mendampingi murid mereka.
Sorak dan percakapan membahana di udara.
“Kalian pikir siapa yang akan menang hari ini? Jian Sixie? Zou Lin? Mei Yui? Atau si pendiam, Baifan?”
“Aku pilih Jian Sixie. Dia luar biasa. Teknik pedangnya belum pernah kukalahkan dalam pikiranku sendiri.”
“Zou Lin lebih berpengalaman dalam duel satu lawan satu. Tapi... Mei Yui juga berbahaya, kelihatan lincah dan licik.”
“Aku tetap pegang Baifan. Pendiam itu biasanya menyimpan kekuatan mengejutkan.”
Saat matahari mulai meninggi, para Elder dan Patriarch dari Twilight Wind Sect tiba. Mereka bergerak bersama dalam barisan tenang namun penuh wibawa, mengenakan jubah biru navy khas sekte, dengan sulaman angin berputar di bagian dada. Begitu mereka sampai di tribun kehormatan di sisi utara arena, semua kultivator berdiri dan memberikan salam penuh hormat, menggenggam kedua tangan di depan dada mereka.
“Salam hormat bagi para tetua dan leluhur Twilight Wind Sect!” seru para murid dan tamu bersamaan.
Empat murid yang akan berlaga sudah berdiri di tengah arena. Mereka saling memberi hormat, menggenggam tangan dalam formasi resmi.
Jian Sixie berdiri dengan tenang. Tatapannya lurus dan dalam. Dia tak menggubris sorak-sorai di tribun. Baginya, kompetisi ini adalah pertarungan dirinya dengan kekuatan sendiri, bukan hiburan bagi massa.
Zou Lin berdiri tak jauh darinya, matanya menyapu peserta lainnya. Wajahnya biasa saja, tidak menonjol. Tapi di balik itu, dia terkenal dengan mulutnya yang selalu aktif dan gemar menggoda siapa pun, tak peduli murid atau tetua.
“Yah, tampaknya hari ini kita akan bermain sedikit kasar,” gumam Zou Lin sambil tersenyum miring. “Semoga kalian semua tidak mudah menangis.”
Mei Yui, satu-satunya perempuan selain Sixie di antara empat finalis, mengenakan jubah biru muda dengan motif gelombang angin. Wajahnya cantik, meski tidak seanggun Sixie. Ia memutar rambutnya dengan jari dan tersenyum menyeringai.
“Yang penting bukan siapa yang kuat,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Tapi siapa yang tahu cara membuat lawan lengah.”
Baifan, berdiri paling kanan, tetap dalam diam. Sorot matanya tajam, tapi tidak menyerang. Dia dikenal karena sifat pendiam dan sikap hormat, tapi mereka yang pernah melawannya tahu betapa fokus dan tajam pikirannya saat bertarung.
Salah satu tetua naik ke atas podium formasi suara dan mengumumkan dengan suara lantang yang menggema di seluruh arena.
“Para finalis, dengarkan baik-baik! Kompetisi hari ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, Zou Lin melawan Mei Yui. Lalu, Jian Sixie melawan Baifan. Dua pemenang dari pertandingan itu akan bertarung di final sebagai penentuan sang juara!”
Teriakan antusias meledak dari tribun.
“Akhirnya!”
“Ayo, Sixie!”
“Zou Lin! Buat mereka tertawa dan kalah!”
“Baifan, tunjukkan ketenanganmu!”
Jian Sixie tidak berkata apa-apa, namun matanya menatap lurus ke depan. Napasnya teratur. Tubuhnya tenang. Dalam hatinya, ia tahu ini bukan sekadar pertandingan. Ini pembuktian. Ini adalah panggung awal menuju jalan kultivasi yang tak bisa ditawar lagi.
Zou Lin dan Mei Yui melangkah ke tengah arena dengan sorot mata yang bertolak belakang. Zou Lin terlihat santai, bahkan terlalu santai, sementara Mei Yui memancarkan aura waspada namun licik. Saat mereka saling berhadapan, suara gaduh dari para penonton seketika meredup, memberi ruang bagi ketegangan yang mulai membeku di udara.
Zou Lin menyilangkan tangan sambil tersenyum menggoda.
"Kau tahu, Mei Yui… bagaimana kalau kau menyerah saja?" katanya ringan. "Kalau kau melakukannya, aku akan membiarkanmu melihat wajah tampanku setiap hari."
Mei Yui meringis jijik, sorot matanya menajam seperti pisau.
"Bahkan jika aku harus terjun dari tebing tanpa jurang, aku tidak akan menyerah hanya untuk melihat wajah jelek sepertimu!" balasnya sengit.
Beberapa penonton tertawa kecil, sementara wajah Zou Lin berubah kesal, meskipun ia tetap mencoba mempertahankan gaya angkuhnya.
Dari sisi arena, salah satu murid senior Sekte Angin Senja berdiri dan berseru lantang.
"Pertarungan dimulai!"
Seketika itu, tekanan aura dari dua murid itu melesat. Angin menderu tajam. Tanah bergetar ringan. Mereka berdua langsung menarik pedang spiritual masing-masing milik Zou Lin memancarkan semburat angin putih keperakan, sedangkan pedang Mei Yui bersinar biru lembut dengan pola pusaran udara di sepanjang bilahnya.
Zou Lin menyerang lebih dulu. Dia menebaskan pedangnya membentuk pusaran angin kecil. "Mantra Angin Retak!"
Serangan itu meluncur cepat ke arah Mei Yui, membelah udara dengan suara menderu. Mei Yui melompat ke samping, lalu membalas dengan mantra miliknya.
"Pisau Angin Berantai!"
Tiga bilah angin tipis menukik dari arah berbeda, memaksa Zou Lin bergerak cepat, mengayunkan pedangnya dalam lengkungan untuk memotong dua bilah pertama. Yang ketiga menggores lengan bajunya.
“Ahh… kau ternyata bukan hanya wajah cantik biasa,” gumam Zou Lin, mengedip ke arah Mei Yui. “Sayang sekali hatimu sekeras batu.”
"Fokus saja pada pertarungan, mulut busuk!" seru Mei Yui sambil menghentakkan kakinya, menciptakan tekanan angin spiral yang menyapu debu ke udara.
Arena menjadi riuh dengan sorakan. Para kultivator terpesona oleh kekuatan dua murid muda ini. Mantra mereka menggema, membuat sebagian kultivator dengan ranah lebih rendah merasa pusing atau terdorong mundur. Namun para tetua dan leluhur Sekte Angin Senja tetap tenang, meski mata mereka bersinar tajam, kagum dalam diam.
Pertarungan berlangsung semakin sengit. Mereka bertukar tebasan dan mantra, aura angin menciptakan badai kecil di sekitar arena. Sesekali bilah mereka bertemu di udara, menciptakan percikan biru-keemasan.
Mei Yui mengincar kelemahan di sisi kanan Zou Lin yang terlihat sedikit lambat. Dia mengayunkan pedangnya dalam gerakan menyilang dari atas ke bawah, sambil membisikkan mantra rahasia.
"Tarian Bayangan Angin!"
Zou Lin menangkis dengan tenaga penuh, tapi terpental beberapa langkah ke belakang. Dia mencoba melawan balik dengan mantra andalannya "Ledakan Pusaran!" tetapi Mei Yui sudah siap. Mereka kembali beradu mantra pedang, dua kekuatan angin menghantam satu sama lain dan menciptakan semburan udara keras hingga sebagian penonton harus melindungi wajah mereka.
Tiba-tiba, Zou Lin terhuyung. Mulutnya memuntahkan darah, dan dia terpaksa mundur beberapa langkah dengan napas terengah.
Mei Yui sendiri berdiri dengan susah payah, darah tipis mengalir dari sudut bibirnya, namun sorot matanya masih menyala. Dia tetap menggenggam pedangnya erat.
Melihat keadaan mereka, murid senior yang menjadi wasit segera berdiri dan mengangkat tangan.
“Pertarungan selesai! Mei Yui dinyatakan sebagai pemenang!”
Arena meledak dalam sorakan. Beberapa kultivator yang mendukung Mei Yui berseru girang, sementara pendukung Zou Lin hanya menghela napas kecewa.
Zou Lin menghapus darah dari mulutnya dengan lengan baju, menatap ke arah Mei Yui dengan wajah murung, lalu tanpa sepatah kata pun berjalan ke sisi barat arena dan duduk diam.
Mei Yui memejamkan mata sesaat, menenangkan napasnya. Ia tahu, pertarungan selanjutnya akan lebih berat.
Sorakan masih menggema ketika murid senior yang bertugas sebagai pengawas kompetisi kembali berseru lantang:
“Pertandingan selanjutnya, Jian Sixie melawan Baifan!”
Sontak riuh kembali terdengar dari tribun. Beberapa murid dari distrik timur tampak bersorak untuk Sixie, sementara sebagian lainnya berteriak memanggil nama Baifan dengan semangat.
Keduanya berjalan perlahan ke tengah arena.
Jian Sixie, dengan wajah datar tanpa ekspresi, mengenakan pakaian Sekte Angin Senja berwarna biru yang berkibar tenang diterpa angin pagi. Sikapnya dingin, langkahnya ringan namun penuh ketegasan. Matanya lurus menatap Baifan, tanpa sedikit pun menunjukkan ketegangan.
Baifan tinggi dan berwajah percaya diri berdiri tegap di seberangnya. Tatapannya tajam namun menyimpan senyum tipis yang menggoda. Jubahnya sedikit lebih mencolok, dihiasi lambang Sekte Angin Senja, dan kilau pedang di pinggangnya menyiratkan arogansi kekuatan.
Keduanya kini berdiri saling berhadapan, seolah waktu berhenti sejenak di antara mereka.
“Bersiap,” ujar murid senior itu tegas.
Jian Sixie tidak menjawab. Ia hanya menarik napas perlahan, jemarinya sedikit bergerak ke arah gagang pedangnya.
Baifan mengangkat alis, senyumnya melebar.
“Semoga kau bisa menahan dua seranganku.”
Seketika itu juga, suara murid senior menggelegar,
“Mulai!”