LightReader

Chapter 38 - Chapter 38 – Final Clash of the Wind

“Aku tidak tahu siapa mereka. Aku bahkan belum cukup kuat untuk melindungi siapa pun waktu itu…” pikirnya dengan getir. Tapi lalu ia mengepalkan tangan.

“Aku tak bisa terus tinggal di sini. Dunia terlalu luas… dan jawaban tidak akan datang jika aku hanya menunggu,” ucapnya pelan, nyaris seperti janji.

Ia berdiri perlahan, menatap keluar jendela. Angin sore menyentuh wajahnya.

“Aku harus pergi. Mengelilingi dunia. Mengumpulkan pengalaman… dan mencari tahu siapa yang membunuh mereka.”

Hening sejenak. Hanya suara angin yang menjawab.

Ia tahu jalan itu tidak mudah, dan ia juga belum tahu harus mulai dari mana. Tapi satu hal telah ia pastikan malam ini perjalanannya belum berakhir. Sebaliknya, baru akan dimulai.

Langit siang tampak cerah tanpa awan, namun di dalam arena pusat Sekte Angin Senja, suasana justru diliputi ketegangan. Tribun penonton penuh sesak oleh murid, tetua, dan tamu undangan dari berbagai penjuru wilayah sekte. Mereka datang untuk menyaksikan pertandingan final murid inti Sekte Angin Senja pertarungan yang telah lama ditunggu antara Jian Sixie dan Mei Yui.

Di tengah arena, Jian Sixie berdiri tenang. Tubuhnya yang ramping dibalut pakaian biru muda khas sekte, rambutnya tergerai ditiup angin lembut, mata jernihnya menatap lurus ke depan. Di seberangnya, Mei Yui juga sudah bersiap. Sorot matanya tajam namun sedikit gelisah, namun tubuhnya tetap tegak dalam ketegasan.

Seorang murid senior berdiri di antara mereka dan mengangkat tangan. "Pertandingan final dimulai sekarang!"

Serentak, dua peserta melompat mundur dan langsung mengaktifkan mantra.

"Silent Wind Barrier!" seru Jian Sixie.

Sebuah kubah angin nyaris tak terdengar menyelimuti tubuhnya, meredam suara dan getaran serangan. Hampir di saat yang sama, Mei Yui menjejak tanah.

"Tarian Bayangan Angin!"

Bayangannya terpecah menjadi empat, masing-masing menyerang dari arah berbeda. Sixie tak bergeming, lalu mengangkat tangannya.

"Frozen Petal Gale!"

Dari tangannya meluncur angin dingin bercampur kelopak es tajam yang berputar liar, menyapu area sekitarnya, menghantam bayangan Mei Yui yang palsu. Salah satu bayangan lenyap, namun Mei Yui asli meluncur cepat dari sisi kanan, mengayunkan tangan.

"Pisau Angin Berantai!"

Tiga bilah angin yang saling terhubung melesat menuju Sixie dalam kecepatan tinggi. Sixie melompat ke udara, lalu menggenggam udara tipis.

"Snow Whisper Slash!"

Sebuah sabetan berbentuk sabit es terlempar dari tangannya, menghantam Pisau Angin Berantai hingga meledak jadi semburan angin liar. Kedua peserta melayang di udara, bertukar tatapan sengit.

"Luar biasa... mereka bergerak begitu cepat!" seru seorang murid di tribun.

"Tidak hanya cepat, tapi kontrol spiritual mereka sangat matang untuk usia mereka," komentar seorang tetua dengan anggukan puas.

Di arena, Mei Yui menarik napas, lalu mengayunkan tangan ke atas.

"Jejak Angin Ganda!"

Tubuhnya bergetar lalu menghilang sejenak, muncul kembali di belakang Sixie. Serangan telak diarahkan ke punggung Sixie, namun gadis itu sudah menebak gerakan lawannya.

"Whispering Wind Pulse!"

Mantra terakhirnya menciptakan gelombang angin berdenyut dari tubuhnya, mendorong Mei Yui menjauh dengan keras. Mei Yui tergelincir di tanah, namun langsung berdiri lagi, napasnya terengah.

Keduanya saling menatap. Arena hening kecuali suara detak jantung yang terasa menggema di telinga para penonton.

"Mereka belum menunjukkan tanda menyerah..." bisik seorang tetua lain.

"Mereka masih muda, tapi pertarungan ini terasa seperti duel antar tetua tingkat tinggi," ujar seorang penonton dengan mata membelalak.

Serangan kembali dimulai. Mei Yui menciptakan dinding angin melingkar lalu menyelinap di dalamnya, melemparkan serangkaian peluru angin kecil ke arah Sixie. Sixie menghindar dengan lompatan akrobatik, meluncur dalam pola melingkar. Ia mengaktifkan Silent Wind Barrier sekali lagi, lalu menyiapkan satu sabetan es besar dari atas.

"Snowfall Vortex!"

Putaran es dalam bentuk spiral jatuh dari langit, menghantam dinding angin milik Mei Yui dan memaksa gadis itu terpental mundur. Namun Mei Yui bertahan dengan menyilang tangan.

Keduanya berdiri kembali. Nafas mereka tersengal. Luka kecil terlihat di bahu dan lengan mereka, darah menetes dari sisi mulut, namun semangat mereka tak padam.

"Kita... belum selesai," ujar Mei Yui pelan namun penuh tekad.

Sixie mengangguk. "Kita harus menyelesaikannya dengan benar."

Penonton menahan napas. Tidak ada yang bersorak, hanya diam penuh ketegangan. Bahkan para tetua tampak serius dan enggan mengalihkan pandangan.

Pertarungan belum selesai. Tapi satu hal sudah pasti tak peduli siapa pemenangnya, hari ini Sekte Angin Senja menyaksikan lahirnya dua bintang yang akan menerangi masa depan mereka.

Debu mengepul di arena saat dua sosok saling melesat, nyaris tak terlihat oleh mata biasa. Bayangan mereka saling membelah udara, menciptakan kilatan energi yang membuat penonton terdiam terpaku.

"Pisau Angin Berantai!" seru Mei Yui, tubuhnya memutar cepat, menciptakan belasan pisau angin yang melesat menuju Jian Sixie dari berbagai arah.

Sixie mengangkat tangan, mantra es membungkus tubuhnya. "Perisai Kabut Beku!" teriaknya. Es tipis terbentuk di sekelilingnya, membelokkan sebagian serangan, namun beberapa pisau masih berhasil menembus, menggores lengan dan bahunya.

Sorakan meledak dari para murid muda. Para tetua di tribun atas memperhatikan dengan mata penuh analisis.

"Mei Yui berkembang pesat," gumam salah satu tetua. "Tapi lihat cara Sixie mengendalikan energi dan membaca pola serangan hampir tanpa cela."

Tak tinggal diam, Sixie menginjak tanah dan melompat ke udara, mengangkat kedua tangannya. “Hujan Bayangan Beku!”

Ratusan pecahan es kecil seperti jarum hujan turun dengan kecepatan luar biasa. Mei Yui mengaktifkan mantranya sambil melangkah ringan dan cepat, tubuhnya seolah memudar.

“Tarian Bayangan Angin!”

Bayangan-bayangan dirinya muncul di arena, berkelebat di antara hujan es. Para penonton menahan napas. Seorang murid di barisan depan bahkan menggenggam erat pakaian temannya.

“Luar biasa… dia menari di tengah hujan senjata!” bisik mereka.

Mei Yui melesat dari satu bayangan ke bayangan lain, lalu tiba-tiba muncul di belakang Sixie. Serangan angin tajam dilepaskannya seketika.

Sixie nyaris tak sempat bereaksi, ia memutar tubuh dan menangkis serangan itu dengan tongkat es yang muncul dari lengannya. Tabrakan keras membuat keduanya terpental.

Tubuh mereka terhuyung, napas mulai berat, wajah basah oleh keringat dan luka-luka kecil. Tapi keduanya belum mau menyerah.

"Ayo, Yui!" teriak salah satu murid perempuan.

"Sixie! Tunjukkan kenapa kau yang terbaik!" sahut lainnya.

Sixie mengepalkan tangan. "Maaf, Mei Yui... aku tak bisa kalah."

Ia menjejak tanah, mantra terakhir dilepaskan, menggabungkan kekuatan es dan kabut tipis. “Kabut Angin Membekukan!”

Seketika arena tertutup kabut pekat bercampur hawa dingin. Mei Yui mencoba bertahan, tapi tubuhnya mulai melambat, gerakannya tersendat karena suhu yang menurun drastis. Dia mengatupkan gigi, melangkah dengan berat.

Dengan tubuh gemetar, Mei Yui mengumpulkan sisa kekuatannya. "Aku... belum kalah!" teriaknya dan melepaskan satu tebasan besar angin ke arah sumber kabut.

Namun pada detik berikutnya, suara siulan angin tipis terdengar. Jian Sixie muncul dari kabut seperti bayangan dingin, dan dengan satu serangan telak, dia mengarahkan energi dinginnya ke tubuh Mei Yui, memaksanya mundur.

"UGH!" Mei Yui terlempar, lututnya menghantam tanah. Tubuhnya goyah, wajah pucat, dan akhirnya dia berlutut sambil mengeluarkan seteguk darah dari mulutnya.

Semua terdiam sejenak.

“Pertarungan… selesai!” suara murid senior menggema, menggetarkan dada setiap yang mendengar.

Jian Sixie berdiri di tengah kabut yang mulai menghilang, terengah-engah dan berdarah, namun tegak. Mei Yui masih berlutut, mengangkat kepalanya perlahan dan tersenyum kecil.

"Aku kalah... dengan bangga."

Sorak-sorai langsung menggema di seluruh arena.

Tetua-tetua berdiri dari kursi mereka dan mengangguk.

“Pertarungan luar biasa…” ujar salah satu dari mereka.

“Keduanya memiliki potensi yang hebat,” tambah lainnya.

Dan di tengah gemuruh suara, Jian Sixie memandang Mei Yui dan menundukkan kepala ringan tanda hormat dari pemenang sejati.

Saat sorak-sorai mulai mereda dan debu pertarungan perlahan mengendap, sosok berjubah biru berdiri dari kursi kehormatan. Jubahnya panjang menjuntai, dihiasi pola angin berputar yang tampak hidup saat tertiup angin sore. Aura yang menguar darinya begitu tenang namun menekan tak lain adalah tetua utama dari sekte inti.

Suara tetua itu dalam dan menggema di seluruh penjuru arena.

“Pertarungan telah usai… dan telah menunjukkan segalanya.

Jian Sixie, dengan ketenangan, kekuatan, dan ketajaman strategi yang luar biasa,

kau telah membuktikan dirimu hari ini.”

Para murid menahan napas.

“Atas nama Twilight Wind Sect, sekte utama dari Sekte Angin Senja,

aku Tetua Qian Blueren mengumumkan bahwa kau akan diterima sebagai murid sekte utama Twilight Wind Sect kami.”

Sejenak hening menyelimuti seluruh arena… lalu ledakan sorak-sorai kembali menggema.

Jian Sixie berdiri tegak, tubuhnya masih sedikit berguncang, namun senyum hangat muncul di wajahnya. Matanya bersinar, penuh rasa syukur dan keyakinan.

Ia membungkuk dalam-dalam ke arah tetua, lalu memandang langit yang cerah.

“Terima kasih Tetua… aku takkan mengecewakan kepercayaan ini.”

Dari kejauhan, beberapa tetua lain mengangguk perlahan. Dan di ujung arena, Mei Yui, meski masih terluka, tersenyum tipis dengan bangga pada lawannya.

More Chapters