LightReader

Chapter 3 - Reinkarnasi Sang Jenderal: Kebangkitan Dunia Baru

Bab 3 – Rencana di Balik Undangan Kerajaan

Tiga hari berlalu dalam keheningan yang mencurigakan.

Seluruh keluarga Arkhen kini bersiap melakukan perjalanan ke ibu kota kerajaan, Veradein, pusat kekuasaan Kerajaan Sirevar yang konon menyimpan lebih banyak racun daripada pedang.

Kael berdiri di depan gerbong yang akan membawanya ke sana. Tubuh mudanya kini mengenakan pakaian bangsawan sederhana, tapi langkahnya, tatapannya, dan aura di sekitarnya tak bisa menyembunyikan siapa dia sebenarnya.

Di dalam dirinya, bukan pemuda lemah — tapi jenderal yang telah memimpin pasukan melawan akhir dunia.

Dalam Perjalanan: Mata-Mata dan Pancingan

Di dalam gerbong, Kael duduk bersama ayah kandung dari tubuh lamanya, Baron Thamus Arkhen, pria tua dengan mata lelah dan punggung yang sedikit bungkuk. Ia adalah satu-satunya bangsawan yang menolak mendukung kudeta diam-diam beberapa tahun lalu. Dan itulah sebabnya keluarga mereka disingkirkan.

"Ayah," ujar Kael, menguji perannya, "kenapa kita diundang sekarang?"

Thamus menatap putranya dengan ragu. "Mungkin Raja ingin melihat kembali loyalitas kami… atau mungkin ini jebakan."

Kael mengangguk pelan.

Dan jika ini jebakan, aku akan menjadi pisau paling tajam di dalamnya.

Di luar, Kael mengamati para pengawal. Beberapa wajah terlihat asing… terlalu asing.

Dalam bisikan, ia berkata kepada Liria yang duduk di dekatnya, "Kita sedang diawasi. Ada mata-mata di antara pengawal. Dan mereka bukan dari istana."

Liria menegang. "Mereka dari faksi bangsawan lain?"

Kael tersenyum tipis. "Kemungkinan besar. Mereka ingin memastikan keluarga Arkhen tak sempat bicara... kalau memang ini jebakan."

Veradein: Kota Emas dan Duri

Setibanya di Veradein, semua terlihat megah dan gemerlap. Menara tinggi berlapis kristal, jalanan berkarpet biru, dan pelayan istana berbaris menyambut tamu dari berbagai penjuru kerajaan.

Namun Kael tahu, semua ini hanyalah permukaan. Istana adalah tempat di mana senyum berarti ancaman, dan ucapan salam bisa berarti perintah pembunuhan.

Di aula perjamuan istana, para bangsawan telah berkumpul. Kael mengenali beberapa dari mereka meski ini adalah dunia baru. Tatapan mereka, gaya bicara, cara duduk — semuanya mengingatkan Kael pada jenderal-jenderal politikus yang dulu ia hadapi dalam perundingan militer dunia lama.

Dan di ujung ruangan, berdiri seorang pria muda dengan jubah merah marun, mata seperti rubah, dan senyum menyeringai yang tidak pernah menyentuh matanya.

Pangeran Regan.

Putra kedua sang Raja. Cerdas. Licik. Ambisius.

"Selamat datang, keluarga Arkhen," ucapnya ramah. "Kerajaan telah lama merindukan kesetiaan kalian kembali."

Kael menunduk ringan, tapi dalam pikirannya hanya ada satu kalimat:

Kau bukan raja… tapi kau ingin menjadi satu. Dan aku di sini untuk memastikan kau tidak berhasil.

Rencana Pertama: Menanam Akar

Malam itu, saat seluruh bangsawan sibuk dengan pesta dan anggur, Kael menyelinap ke perpustakaan kerajaan.

Ia tak mencari buku — ia mencari peta kekuasaan.

Dalam diam, ia mencatat nama-nama bangsawan yang hadir, hubungan mereka dengan Pangeran Regan, serta siapa saja yang terlihat gelisah sepanjang malam.

Informasi adalah senjata pertama dalam perang.

Dan Kael, si jenderal dari dunia lama, kini tengah membangun kembali medan perangnya — bukan dengan senjata, tapi dengan catur politik.

More Chapters