Bab 7 – Undangan Rahasia dari Sang Ratu Bayangan
Angin malam meniup tirai kamar Kael, membawa aroma bunga mati dari taman istana yang jarang dikunjungi siapa pun.
Kael tengah menyusun ulang peta kekuasaan bangsawan Sirevar di atas meja kayu besar. Tiga buah patung kecil mewakili tiga pilar: Bayangan, Salva, dan Runa.
Namun, sebelum ia sempat merinci rencana infiltrasi ke istana dalam, ketukan lembut namun tajam terdengar dari jendela kamarnya.
Tok. Tok. Tok.
Bukan pintu. Tapi jendela lantai tiga.
Kael tak terkejut. Ia membuka tirai… dan menemukan seorang wanita bertudung hitam berdiri di pagar balkon, kakinya nyaris tak menyentuh lantai.
"Kael Arkhen," ucapnya, suaranya lembut tapi tajam seperti sutra yang mengiris kulit. "Ratu Bayangan ingin bertemu denganmu."
Siapa Ratu Bayangan?
Tak banyak yang tahu tentang keberadaan Ratu Bayangan. Dalam bisik-bisik para informan bawah tanah, dia adalah tokoh mitos—seorang wanita yang mengendalikan informasi, manipulasi, dan rahasia kerajaan dari balik tirai.
Bahkan Bayangan, utusan bertopeng yang sebelumnya bekerja sama dengan Kael, tak pernah menyebut-nyebut bahwa ia bukan pemimpin tertinggi dari jaringannya.
Namun, undangan malam ini membuktikan: ada kekuatan yang lebih besar bergerak di belakang layar.
Pertemuan di Kuil Tertutup
Dibawa melalui lorong rahasia, Kael melewati terowongan bawah istana menuju tempat yang bahkan peta resmi kerajaan tidak mencatatnya: Kuil Cahaya Terbalik — kuil kuno yang sudah dihancurkan dari sejarah, tempat di mana sihir dan politik pernah bercampur jadi satu.
Di tengah ruangan melingkar yang diterangi oleh kristal ungu redup, seorang wanita duduk di atas singgasana batu hitam.
Ia memakai topeng setengah wajah yang terbuat dari obsidian, rambut hitam panjang menjuntai hingga lantai, dan jubah hitam bersulam untaian perak menyala samar.
"Ratu Bayangan."
"Jenderal Kael," jawabnya, dengan senyum samar. "Atau… mungkin aku harus memanggilmu 'Harapan yang dikubur dunia lama'?"
Tawaran Kekuatan… dan Ancaman
"Kenapa kau memanggilku?" tanya Kael tenang, meski berjaga-jaga dalam pikirannya.
Ratu Bayangan berdiri, langkahnya seperti bayang-bayang itu sendiri.
"Aku telah mengawasi sejak kau membuka matamu di tubuh baru itu," katanya. "Kau bukan hanya gangguan bagi Regan. Kau ancaman bagi seluruh struktur kerajaan."
Kael mengangkat dagu. "Kalau begitu kenapa tidak kau hancurkan sekarang?"
"Karena kau lebih berharga hidup… untuk sekarang."
Dia melambaikan tangannya, dan muncullah gulungan besar yang terbuka sendiri di udara. Di dalamnya: sejarah rahasia Sirevar, silsilah gelap keluarga kerajaan, dan kontrak berdarah yang mengikat beberapa bangsawan pada entitas terlarang.
"Jika kau ingin melawan Regan, kau perlu tahu siapa musuh sebenarnya. Dan aku adalah satu-satunya yang menyimpan kebenaran ini."
Kael mendekat satu langkah. "Apa maumu sebagai imbalannya?"
Ratu Bayangan menatapnya langsung, mata ungu berkilat tajam dari balik topengnya.
"Aku ingin posisi tangan kananmu… saat kau mengambil alih kerajaan."
Satu Langkah Menuju Takhta
Kael terdiam sejenak. Tawaran ini bukan sekadar informasi. Ini adalah persekutuan antara dua monster yang sedang menunggu waktunya mengaum.
Akhirnya ia mengangguk perlahan.
"Kalau kau bersedia berdiri di belakangku… jangan pernah menusukku dari sana."
Ratu Bayangan tersenyum lebar, kali ini tulus—atau setidaknya cukup meyakinkan.
"Selamat datang di sisi gelap dari sejarah, Jenderal. Kita akan menulis bab baru… dengan darah."