LightReader

Chapter 2 - MALAM PERTAMA

Acara makan siang itu berjalan cukup lama dikarenakan kedua keluarga yang baru saja bersatu itu berbincang banyak tentang bisnis, berbeda dengan Nina. Dia duduk dengan santai sambil merangkul Stefan, keponakannya dan bercanda bersama.

Nina selalu ingin ikut campur serta berbaur untuk mengetahui sudah sejauh apa perkembangan atau kerusakan bisnis mendiang Papanya namun Ariana tidak pernah mau kalau Nina ikut campur.

Sesekali, perhatian Daniel akan teralihkan saat anak berumur 5 tahun itu tertawa dengan riang saat Nina bercanda dengannya. Senyuman tipis terlukis di bibir Daniel melihat Nina dan Stefan yang asik dengan dunia mereka sendiri.

“Kak Daniel, kapan-kapan boleh tolong ajarin Cindy lebih banyak tentang dunia bisnis ya. Cindy iri banget deh sama otak Kakak yang jenius banget” Cindy bicara dengan nada manja mencoba menggoda Kakak iparnya itu.

"Lain kali saja, saya sedang tidak dalam mood yang baik untuk mengajari orang"

Tatapan dan intonasi suara yang dingin membuat Nyali Cindy sedikit menciut. Gadis itu mencoba tersenyum dan tertawa ringan agar suasana tidak terlalu canggung.

Tidak dipungkiri, Daniel merupakan seorang bisnisman yang sangat sukses di usianya yang terbilang masih muda yaitu 29 tahun. Dia bahkan beberapa kali masuk majalah Forbes under 30, Young Entrepreneurs and Business Leader. Selain pintar dan berbakat dia juga memiliki wajah tampan yang sangat di idam-idamkan oleh banyak perempuan. Tidak heran kalau banyak yang ingin menjadi kekasihnya. Namun saat ini statusnya sudah berubah menjadi seorang suami. Suami dari Nina, si gadis biasa.

Namun walaupun dia terbilang terkenal di kalangan atas, Nina tidak tau menau latar belakang Daniel. Yang dia tahu adalah, pria yang dia nikahi mampu menyelamatkan perusahaan mendiang Papanya yang hampir bangkrut.

Tanpa sepengetahuan Nina dan Daniel, Clarissa sengaja memesan sebuah kamar untuk mereka dan meminta agar mereka menginap saja yang tentunya tidak bisa ditolak oleh mereka.

"Kenapa sih harus nginep di hotel segala?Gak bisa langsung pulang aja gitu?"

"Emang lo pikir gua mau sekamar sama lo?Lo gak tau aja pasti sekarang Oma lagi nungguin di lobby atau bahkan dia nyuruh orang buat ngawasin kita kalau kita kabur tiba-tiba"

Nina merebahkan tubuhnya yang masih berbalut gaun pengantin yang cukup berat di atas sofa sementara suaminya masih berdiri menatapnya sinis sambil berkacak pinggang.

"Apa? Gua secantik itu sampe lo gak ngedip liatin gua?" Daniel memutar matanya malas.

"Mending gua nikah sama tembok daripada harus nikah sama lo"

"Emang gua mau apa nikah sama lo? Kalau bukan karna dipaksa ngikutin perjodohan ini yang bisa nyelamatin perusahaan mendiang Papa gua, gua juga ogah. Dasar cowok jelek!"

"Lo cewek gila"

"Haha selamat, lo nikah sama cewe gila!" Lagi, keduanya beradu mulut sampai akhirnya suara bel berbunyi menghentikan perdebatan mereka.

Daniel berjalan membuka pintu, di sana ada seorang petugas hotel menyerahkan sebotol Red wine padanya.

"Lo pesan wine?" Tanyanya pada Nina.

"Wine? Gak lah, gua bukan peminum dan lagian gua gak kuat alkohol" mata Nina membulat menatap Daniel.

"Atau jangan-jangan lo mau cekokin gua pake Wine trus gua mabuk trus lo mau..." Nina memeluk tubuhnya sambil menatap Daniel tajam

"Kalaupun lo telanjang di depan gua gak bakalan bikin gua selera buat nyentuh lo." Daniel meletakkan botol Wine itu di meja dan menghela nafas berat. “Dada rata juga”

“Apa lo bilang?!”

“Tuh tembok rata”

“Eh tapi gua beneran gak tau siapa nama asli lo”

“Emang beneran gila ya lo, nama suami sendiri aja gak tau.” Daniel menatap Nina “Lo seriusan gak tau nama gua?” Nina menggeleng

“Dih, pengen banget lo gua panggil suami? Minggir lo, gua mau mandi. Kalau gak mau ngasih tau nama yaudah gak penting juga" Nina melengos begitu saja menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya.

Seumur hidup, Daniel belum pernah bertemu dengan orang yang berani bicara santai dan sembarangan kepadanya. Citra dan wibawa yang dia bangun selama ini, seketika runtuh begitu saja saat berbicara dengan Nina. Bahkan dia sendiri bingung.

30 menit berlalu dan Nina keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah.

“Apa? gak usah lihat-lihat ya”

“Emang gua ngeliat lo? Gua tuh ngelihatin cewe dibelakan lo” Ucapan Daniel membuat Nina sedikit panik.

"Jangan becanda gitu ih. Gua takut hantu"

"Emang yang bilang hantu siapa? Gua lagi liat bayangan lo di cermin. Kayak hantu sih" Daniel segera berlari memasuki kamar mandj setelah mengisengi Nina membuat gadis itu menggerutu kesal.

Setelah keduanya berganti pakaian, Nina dan Daniel berbaring di atas tempat tidur dengan bantal sebagai pemisah mereka. Lampu kamar sudah dimatikan namun mereka masih terjaga menatap langit-langit.

"Nina..."

"Hmm?"

"Lo belum tidur?"

"Belum, suara napas lo berisik" Sontak Daniel terbangun dan menatap Nina.

"Gak usah liatin gua, serem. Gua mau tidur awas lo kalau lewat batas." Daniel berbaring kembali.

“Nama gua Daniel, Daniel Arthanata lebih lengkapnya” Mata Nina kembali terbuka saat mendengar nama lengkap pria di sebelahnya.

“Gua Nina Agatha Prayoga”

“Gua udah tau”

“Hah? kok lo tau?”

“Emangnya gua bodoh, main nikah aja sama orang tanpa tau namanya siapa” Kali ini Nina bangkit dan menatap sinis kepada Daniel.

“Gak usah liatin gua, serem lo kayak setan” Daniel berbalik dan memunggungi Nina membuat wanita itu jengkel. Setelah berdebat kecil, akhirnya Nina dan Daniel tertidur

Malam pertama yang unik dan aneh bagi sepasang suami dan istri yang baru saja menikah. Biasanya malam pertama akan dihabiskan dengan hal-hal romantis dan sedikit bumbu panas namun tidak dengan sepasang suami dan istri yang baru saja menikah ini. Malamnya memang panas tapi panas emosi.

Pagi akhirnya datang, Nina terbangun dari tidurnya dan mendapati lengan Daniel bertengger di pinggangnya.

Kepala Nina melihat ke arah belakang dan melihat wajah Daniel sangat dekat dengannya dan tertidur dengan pulas sambil memeluk pinggangnya erat.

Bantal-bantal yang mereka gunakan sebagai pembatas semalam, sekarang sudah berserakan di lantai entah siapa yang membuannya.

"Kalau dilihat-lihat ganteng juga, bulu matanya panjang, bibir merah...." Nina menggeleng cepat menepis pikiran kotornya. Nina mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Daniel tapi pelukannya malah semakin erat membuatnya jengkel.

Plak!

Satu tamparan mendarat ke pipi Daniel dan sukses membangunkannya dengan ekspresi kaget.

"Apa-apaan sih lo nampar-nampar?" Ucap Daniel sambil memegang pipinya yang terasa panas.

"Lo yang apa-apaan meluk-meluk gua!"

"Gua? Meluk lo" Ucap Daniel sambil menunjuk wajahnya. "Gua gak ngerasa meluk apa-apa, kayak rata aja gitu" Godanya

"Apaan sih lo cowo jelek. Badan gua sexy dan semok ya!"

"Buktinya gua gak ngerasa apa-apa pas meluk lo" Daniel memgangkat tangannya seperti menimbang-nimbang sesuatu.

"Lo!" Ucapan Nina terhenti melihat Daniel yang memelet lidahnya keluar mengejek.

Pagi yang seharusnya indah sudah dimulai dengan pertengkaran kecil lagi.

More Chapters