Seperti permintaan Daniel kemarin, akhirnya Nina membawanya ke florist karena pria itu selalu merengek minta ikut.
Daniel dengan senyum yang sumringah menyetir dengan hati-hati sementara Nina melihat jalan dan sesekali menatap Daniel malas.
"Inget ya, nanti di toko lo jangan bertingkah aneh-aneh jangan sampai bunga gua rusak"
"Tenang aja, walaupun tiap hari gua liatnya komputer sama dokumen gua tetep paham kok sama bunga-bungaan" Malam sebelumnya Daniel sempat melihat beberapa video tentang merangkai bunga tanpa sepengetahuan Nina.
Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di florist. Disana, para karyawan Nina sedang beres-beres dan sedikit kaget saat melihat Nina datang bersama Daniel. Bagaimana tidak, walaupun penampilan Daniel terlihat sangat biasa namun pria tampan akan selalu terlihat tampan mau bagaimanapun.
"Hai guys, hari ini kita ada anak baru, biasa aja sama dia gak usah sungkan buat nyuruh" Nina menatap Daniel dengan senyuman iseng sementara Daniel hanya diam dan berusaha tersenyum dengan ramah.
Nina dan para karyawannya sedang sibuk di meja utama. Mereka menamakan meja utama, karena disana mereka sering merangkai bunga atau sekedar berbincang atau briefing.
Dengan adanya Daniel, florist hari itu menjadi lebih ramai pengunjung. Banyak gadis-gadis muda yang datang walau hanya sekedar membeli setangkai bunga, ada yang minta foto dengan Daniel tapi dia tolak. Ada juga yang minta nomor ponselnya, tapi Daniel berikan nomor Nina.
Nina tertawa puas melihat Daniel digoda oleh gadis-gadis muda. Tatapan minta tolong kersp Daniel lontarkan dan hanya fibalas senyuman. Namun ada sedikit rasa cemburu juga melihat beberapa anak gadis itu dengan sengaja menyentuh tangan atau tubuh Daniel yang kadang dirangkul.
Senyuman Nina mulai luntur ketika ponsel Nina bergetar sejak sejam yang lalu menandakan ada pesan masuk membuatnya sedikit jengkel dan bad mood
"Lo kenapa ngasih-ngasih nomor gua sama mereka?"
"Lah emangnya gua harus ngasih nomor gua gitu? Lo mau suami lo yang ganteng ini digoda sama cabe-cabean?" Goda Daniel.
"Dih, apaan sih. Lo aja nyaman di kelilingi cewe-cewe SMA tadi"
"Ga nyaman Nin, ada yang bau ketek. Kalau deket-deket lu, gua seneng soalnya wangi"
"Iya wangi kembang gua. Kembang kuburan"
"Astaga Nina....bener sih" Satu tabokan mendarat di bahu Daniel. Sementara Daniel hanya tertawa.
"Ran, gua mau balik. Kaya biasa aja, mau tutup atau lanjut bebas aja" Daniel melihat Nina bingung.
"Kenapa di tutup?"
"Gerah gua, terlalu rame kalau ada lo" Daniel menatap bingung, sedetik kemudian dia menarik tangan Nina menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil.
"Lo mau apa?" Daniel segera menyalakan mesin mobil dan AC mobil ke setingan paling dingin.
"Kan lo gerah, ni udah gua idupin AC. Buka baju aja" Daniel menatap Nina dengan senyuman polos.
"Guoblok! Dasar cowok mesum!"
"Mesum? Mesum dari mana? Gua gak nyuruh lo buat ngapa-ngapain, cuma ngadem Nina..."
"Tapi gak pake buka baju Daniel. Lo tuh ya, hadehh bikin gua emosi aja. Pulang aja pulang!"
"Gak usah pulang, kita nonton aja"
"Gua gak suka nonton, apalagi siang-siang begini"
"Bukan sekarang, nanti malam. Tapi kita beli camilan dulu atau makanan sama minuman. Biar ntar lo gak bosan"
"Hah? Emang bioskop mana yang ngijinin bawa makanan sama minuman sendiri?"
"Ada, udah lo duduk aja yang manis" Daniel melajukan mobilnya ke sebuah mall.
Di dalam mall tersebut ada sebuah minimarket, Daniel terlihat tengah sibuk membaca komposisi dan memilih camilan yang akan mereka makan nanti. Nina tidak suka camilan yang tinggi kalori maka dari itu Daniel sangat cermat dalam memilih. Sementara Nina hanya berdiri dan mengikuti Daniel.
"Daniel, ini udah banyak banget. Lo mau bikin anak orang diabet apa?"
"Enggak sayang... santai aja"
"Dih, ngapain lo sayang-sayangan?"
"Kan istri sendiri, boleh dong. S.A.Y.A.N.G" Daniel sengaja mempertegas kata sayang itu karena sedari tadi ada beberapa pria yang selalu curi pandang pada Nina. Sebutan itu sukses membuat mereka perlahan menjauh.
"Apaan sih lo, lebay. Masih ada lagi gak? Pegel kaki gua" Daniel melihat kaki Nina yang sedikit lecet akibat menggunakan Highheels.
"Ikut gua" Daniel menarik tangan Nina sementara tangannya yang satu lagi mendorong trolley belanja menuju kasir.
Setelah selesai membayar, lagi Daniel menarik tangan Nina dengan lembut ke arah toko sepatu.
"Kita ngapain kesini? Lo mau belanja sepatu?" Tanya Nina
"Enggak, tapi lo"
"Hah?" Nina mengernyit bingung.
Saat mereka masuk langsung disambut oleh seorang petugas.
"Halo, selamat sore selamat datang" sapa pramuniaga itu dengan sopan.
"Iya mbak, saya mau cari sepatu buat istri saya. Yang nyaman dan gak bikin kaki sakit" Pramuniaga itu tersenyum ramah dan mempersilakan Nina dan Daniel duduk sementara dia mengambil beberapa Flatshoes dan sneakers.
"Gua gak mau beli sepatu Daniel"
"Gua yang beliin. Belanjain istri gak salah kali"
"Lo-" ucapan Nina terpotong saat kemudian pramuniaga itu datang membawa sepatu-sepatu itu.
"Silakan dicoba dulu" Nina hendak menolak lagi namun Daniel dengan sigap melepaskan heels Nina dan memasangkan flat shoes berwarna nude di kaki nya yang terlihat sangat nyaman.
"Cocok nih, ukurannya juga pas. Langsung dipake aja ya. Mbak kita mau ini aja, langsung dipakai aja"
"Baik, saya proses untuk pembayarannya ya. Mohon ditunggu" Daniel mengangguk sementara Nina menatapnya dengan tatapan penuh protes.
"Iya sama-sama" Ucap Daniel saat mendapati Nina menatapnya dengan tajam.
"Lo ngapain beliin gua sepatu segala? Mana mahal lagi. Sepatu gua oke-oke aja tuh"
"Iya, sepatu lo itu emang bagus. Tapi kaki lo tuh udah merah-merah karna jalan. Lagian heran gua, kok lo betah sih pake heels buat di florist"
"Ya... gua lagi pengen aja. Trus juga biar gua gak pendek-pendek amat pas jalan disamping lo" Daniel tersenyum
"Apa? Kenapa senyum?"
"Lo sengaja pake heels demi gua? Ternyata lo ada sisi manisnya juga ya. Kirain bisanya ngamuk doang"
"Ih ya ada lah, yakali eh maksud gua..." Daniel hanya tersenyum melihat Nina yang salah tingkah.
"Udah ih, buruan" Nina yang tengah menahan salah tingkah bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan Daniel yang tengah menyelesaikan proses pembayaran.
Daniel mempercepat langkah kakinya dan meraih tangan Nina yang sangat pas di tangannya. Tangan itu dia genggam sepanjang jalan menuju parkiran. Tidak ada protes.
Tiga puluh menit berlalu, kini Nina dan Daniel sampai di suatu tempat dimana sudah banyak mobil yang terparkir ramai menghadap sebuah layar yang sangat besar.
"Ini...?" Nina menatap Daniel.
"Drive-In Cinema" Jawabnya singkat sambil tersenyum pada Nina.
"Kok lo bisa kepikiran ini sih? Ah tau gua, dulu lo pasti sering kesini ya bareng pacar-pacar lo? Iya kann??" Senyuman Daniel seketika pudar.
"Sok tau lo." Ucap Daniel singkat dan mengalihkan pandangannya ke arah layar besar yang sudah mulai memutar film.
“Eh filmnya udah dimulai. Lo gak milih film yang aneh-aneh kan?"
"Comedy romance" Ucap Daniel singkat dan sukses membuat Nina tertawa.
"Kenapa? Film nya baru mulai lo udah ketawa aja?"
"Ya abisnya film pilihan lo lucu. Gak nyangka gua lo punya sisi ini. Padahal orang-orang bilang lo si manusia robot, kaku" lagi, Nina tertawa sementara Daniel hanya tersenyum.
Berada di sekitar Nina membuat Daniel berani mengekspresikan diri walaupun mereka kerap adu mulut pada hal-hal kecil.
Suasana area bioskop itu sudah sangat ramai. Barisan mobil terparkir untuk menonton.
Nina dan Daniel tengah serius menonton sambil beberapa kali tertawa karena adegan lucu di layar. Mereka berbagi satu popcorn serta beberapa cemilan yang sempat mereka beli sebelumnya. Sesekali tangan mereka bersentuhan saat akan mengambil makanan namun keduanya berusaha tetap tenang atau stay cool.
"Eh hujan..." Tiba-tiba hujan turun.
"Kayaknya makin deras deh. Mau pulang aja?" Tawar Daniel.
"Boleh, tapi kan film nya belum selesai,"
"Gampang itu, ntar gua sewa trus lo nonton di rumah aja" Daniel mulai melajukan mobilnya keluar dari area bioskop
"Horang kayahhhh" Daniel tertawa kecil.
"Nah makanya lo manfaatin aja privilege punya suami kaya."
"Bener nih? Daniel mengangguk.
"Eh tapi gak usah deh, ntar lo malah mikir gua cewek matre. Daniel berhenti di situ" Nina menunjukkan sebuah taman kecil dengan beberapa lampu taman yang menghiasi. Walaupun diguyur hujan,namun taman itu tetap terlihat sangat cantik.
"Lo mau ngapain berhenti di tempat kayak gini?" Nina tersenyum dan keluar dari mobil.
"Nina, ini lagi hujan lo bisa sakit"
"Gua suka main hujan. Kapan lagi kan" Nina berlari kecil sambil menari berputar di bawah guyuran air hujan di taman itu.
"Ayooo, lo gak mau main hujan?" Daniel menggeleng.
"Lo aja, gua tunggu di sini" Daniel turut keluar dari mobil sambil menggunakan payung dan mengawasi Nina yang sedang bermain hujan.
Dia tentu ingin bermain hujan dengan Nina, namun mengingat perjalanan mereka masih cukup jauh dari rumah akan cukup berbahaya apabila dia menyetir dengan keadaan menggigil.
Senyuman di bibir Daniel tidak pernah pudar melihat istrinya itu sangat menikmati waktunya bermain air hujan. Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru.
Beberapa menit berlalu dan Nina berlari kecil kembali ke mobil.
"Udah?" Nina mengangguk dengan antusias.
"Nih, lo pake jaket gua. Ntar lo masuk angin"
"Eits santai aja. Gua bukan cewe lemah. Eh tapi entar mobil lo basah. Gimana dong?"
"Gak apa-apa yang penting sekarang kita pulang. Ntar lo masuk angin. Ayok..." Nina menurut dan masuk ke mobil.
Tubuh Nina yang basah mulai menggigil namun dia tetap berusaha tenang dan mengendalikan diri. Tanpa aba-aba, Daniel langsung memasangkan jaketnya pada Nina dan tidak ada perlawanan.
"Gak usah senyum lo. Sok ngide sih main hujan"
"Ih lo gak bakalan ngerti seberapa nyenenginnya main hujan, rasanya tuh seolah semua beban yang nyangkut ikut hanyut aja gitu."
"Terserah deh. Sampai rumah, lo langsung mandi. Ntar sakit lagi"
"Iya bawel..."
Malam itu hujan semakin deras. Daniel sudah masuk ke kamarnya begitu juga dengan Nina. Setelah mandi dia segera memakai baju yang cukup hangat untuk menaikkan suhu tubuhnya.
Mata Nina tertuju pada jaket milik Daniel di sofa yang dia gunakan tadi. Senyuman terlukis di bibir Nina namun sedetik kemudian dia tersadar.
"Eh apaan sih. hatchii...Aduh gua kayaknya kena flu deh. Kayaknya harus tidur deh"
Nina mulai memejamkan matanya karena kondisi tubuh yang mulai lelah ditambah lagi rasa nyeri akibat flu mulai menggerogoti badannya.
Di sisi lain, Daniel sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk ketika ponsel miliknya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Itu adalah pesan dari asisten pribadinya yang mengirimkan laporan pekerjaan.