LightReader

Chapter 7 - FEVER IN LOVE

Clarissa, Oma Daniel sudah menyuruh anaknya itu agar tidak ikut campur urusan kantor untuk seminggu kedepan karena dia baru menikah. Clarissa meminta agar Daniel menghabiskan waktu dengan Nina saja berhubung mereka menikah karena perjodohan maka akan lebih baik kalau mereka berdua mengenal lebih jauh.

Namun bukan Daniel namanya kalau bukan penggila kerja. Untungnya Dion, sang asisten selalu berada di pihaknya untuk mengabari dan memberi informasi yang dibutuhkan kepadanya.

Sang Oma, walaupun terbilang sudah cukup.berumur namun soal pekerjaan dia adalah orang yang sangat pintar. Bahkan, Daniel belajar banyak hal dari sang Oma sehingga bisa sesukses sekarang.

Langkah kaki Daniel membawanya ke ruang kerja miliknya dan mulai menghidupkan laptop. Deretan file mulai muncul di layar dan Daniel mulai melakukan koreksi.

Jam semakin larut tapi Daniel masih setia di tempatnya. Kacamata yang sering digunakan bertengger pas padanya serta rambut lembab miliknya yang sudah kering.

Prang!!

Atensi Daniel teralihkan ketika mendengar ada suara sesuatu yang pecah. Dia bangkit dari kursinya dan mencopot kacamatanya. Dia sempat melirik jam di dinding, pukul 01:00 dini hari.

Daniel dengan perlahan berjalan menuju sumber suara, yaitu dapur.

Suasana yang remang membuatnya kesulitan melihat siapa yang ada disana. Dengan perlahan Daniel melangkah berusaha tidak menimbulkan suara. Barangkali ada maling yang masuk maka dia bisa menangkapnya.

Sesampainya di dapur, Daniel perlahan meraih saklar lampu dan menghidupkannya. Dia menatap kaget saat mendapati Nina yang tengah berdiri memegang kepalanya sementara di arah kakinya ada gelas pecah.

"Nina, lo ngapain?" Tatapan yang semula heran berganti menjadi panik ketika wajah pucat Nina terlihat jelas di matanya.

"Astaga, lo kenapa?" Daniel meraih kening Nina dan tersentak karena sangat panas. Dengan cepat dia membawa Nina untuk duduk di kursi meja makan sementara dia mengambil kotak obat-obatan.

Nina meletakkan kepalanya yang sangat pusing di atas meja tak berdaya.

"Ayo, lo minum obat dulu. Habis itu tidur lagi ya" Tidak ada penolakan dari Nina. Dia menurut begitu saja ketika Daniel menyodorkan obat penurun demam padanya.

"Pusing..." ucapnya lemah dengan suara parau dan menyandarkan kepalanya ke dada Daniel.

Dengan sigap Daniel meraih Nina yang lemah dan balas memeluknya. Tangannya dengan lembut memijit kepala Nina yang sakit.

Daniel menuntun Nina dengan perlahan kembali ke kamarnya dan membaringkanya di atas kasur.

Suara batuk dan nafas berat karena hidungnya yang tersumbat membuat Nina tidak dapat tidur dengan tenang. Sesekali dia akan tersentak karena kesulitan bernapas.

Satu jam berlalu namun panas Nina tidak turun juga. Dia malah mulai mengigau tak jelas di tidurnya membuat Daniel semakin khawatir.

"Sorry... gua harap besok lo gak marah"

Daniel melepas bajunya dan mengganti baju Nina dengan pakaian tipis. Dia berbaring memeluk Nina dan melakukan kontak skin to skin untuk mengurangi panas di tubuh Nina.

Jujur, jantung Daniel rasanya ingin meledak saat itu. Bagaimana tidak, berada sangat dekat Nina ditambah lagi kulit mereka yang bersentuhan membuat Daniel sadar bahwa dia baru saja membuat keputusan bodoh dan menggali kuburannya sendiri.

"Tenang Daniel. Tenang... kendalikan diri lo. Dia sakit..."

Dengan sekuat tenaga, Daniel berusaha mengendalikan dirinya dan memejamkan matanya sehingga akhirnya ikut tertidur.

Sinar matahari yang masuk dari sela-sela gorden membangunkan Nina yang masih sedikit pusing dengan hidung yang tersumbat.

Nina menyentuh sesuatu yang merangkul pinggangnya membuat Nina tersadar sepenuhnya. Matanya mengikuti arah tangannya dan sedikit kaget saat dia melihat ada tangan yang melingkari tubuhnya.

"Aaaaaaaa!!!" Teriakan Nina sukses membangunkan Daniel dan mereka berdua duduk berhadapan.

Nina menarik selimut dan menutupi tubuhnya sementara Daniel masih berusaha untuk bangun dan sadar.

"Kenapa? Ada apa?" Ucap Daniel panik saat sudah berhasil mengumpulkan kesadarannya.

"Lo mesum!!"Teriak Nina sambil menunjuk tubuh Daniel yang hanya menggunakan celana dan bertelanjang dada.

"Mesum apaan sih?"

"Ya lo mesum, ngapain meluk-meluk gua. Terus ini kan kamar gua, lo juga gak pake baju! Jangan-jangan lo!" Nina menatap ke arah tubuhnya sambil mengintip ke dalam selimut.

"Eh, gua masih pake baju. Tapi kok gua gak inget kalo pake baju ini? Lo ngapain Daniel?" Tatapannya kembali ke Daniel.

"Gak ngapa-ngapain juga. Semalam lo demam tinggi banget. Udah gua kasih obat tapi masih panas ya udah gua putusin buat skin to skin biar demamnya cepet turun." Jelasnya singkat.

"Bohong kan lo, hatchii!!" Lagi Nina bersin.

"Tuh kan" Daniel menyentuh kening Nina dengan lembut.

"Udah mendingan panasnya"

"Ih ngapain sih pegang-pegang. Baju gua siapa yang ganti?"

"Gua" Jawab Daniel dengan santai yang sukses membuat Nina melotot.

Nina mendorong Daniel untuk turun dari kasur menuju pintu.

"Keluar!!!!" Nina meraih baju Daniel di kursi dan melemparkan padanya.

Daniel terdorong keluar dari pintu sementara Nina menutupnya kembali dan bersandar disana. Sementara Daniel masih mematung di depan pintu kamar Nina.

"Daniel...?" Merasa namanya dipanggil, Daniel berbalik badan.

"Mama..." tangannya mengetuk pintu kamar Nina dan untungnya masih dibuka.

"Ih apaan lagi si-..." ucapannya terhenti ketika melihat Clarissa, Oma Daniel sedang menatap mereka berdua dengan senyuman yang sulit diartikan.

“O-Oma..." Clarissa tersenyum.

"Aduh kayaknya oma datang diwaktu yang kurang tepat ya. Ternyata kalian lagi fokus" Clarissa tersenyum nakal pada sepasang suami istri itu.

"Eh enggak, enggak Oma. Kita, kita lagi gak ngapa-ngapain kok" Ucap Nina gugup. Baik Daniel dan Nina saat ini sedang salah tingkah seperti baru saja tertangkap basah melakukan sebuah kesalahan.

"Ih ngapa-ngapain juga gak apa-apa. Tapi kok kalian di kamar tamu? Ohhh Oma tau, kalian suka eksplor tempat gitu ya"

"Oma...enggak" Daniel menggelengkan tangannya mengisyaratkan bahwa mereka tidak melakukan apa-apa.

"Udah-udah. Kalian udah sah juga. Oh iya, Oma cuma mau mampir bentar aja kebetulan lewat. Daniel istrinya jangan di ajak main terus kasihan tuh keliatan pucet"

Lagi Daniel dan Nina menggeleng.

"Yaudah, kalian lanjut aja. Oma mau ke kantor dulu. Kan gantiin Daniel yang lagi hmmm" Clarissa tersenyum penuh arti dan meninggalkan Nina dan Daniel yang tersenyum kaku seperti orang bodoh.

"Ih...! Gara-gara lo sih"

"Kok gua? Siapa coba semalam ngide main hujan sampe sakit? Mana Mama nyalahin gua lagi"

"Ya emang salah lo"

"Dimana coba letak kesalahan gua?"

"Ya...." Nina mencoba mencari alasan namun tidak ditemukan membuatnya terdiam.

Daniel berjalan mendekat padanya dan menyentuh keningnya. Posisi mereka sangat dekat, bisa Nina rasakan hembusan nafas Daniel yang hangat di kulit wajahnya.

"Lo masih demam, gak usah ke toko dulu. Istirahat aja" Tanpa ada perlawanan atau penolakan, Nina mengangguk. Daniel masuk kembali ke kamar Nina dan meraih sebuah jaket untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan gaun tidur yang tipis.

Tangannya ditarik lembut oleh Daniel ke arah dapur untuk sarapan. Semalam Daniel sempat memesankan pada Chef pribadinya agar memasakkan bubur untuk Nina.

"Lo makan bubur dulu aja. Biar badan lo gak terlalu capek buat ngolahnya. Biar cepet sembuh" Nina mengangguk dan mulai makan. Daniel tersenyum tipis saat Nina menurutinya dengan baik.

Sarapan pagi itu terbilang sangat tenang, tidak ada pertengkaran kecil diantara mereka. Daniel terlihat sangat tenang menikmati sarapannya namun tidak dengan Nina, pikiran dan perasaannya mulai berbeda pada pria yang sudah menjadi suaminya itu. Ada perasaan lain yang sulit diartikan. Namun yang pasti saat ini, berada dekat dengan Daniel membuatnya nyaman dan aman.

Seharian hanya berbaring membuat Nina sedikit bosan. Keadaannya sudah sangat membaik dan demamnya sudah turun.

Nina berjalan ke arah balkon kamarnya untuk menghirup udara segar. Area perumahan mereka cukup asri dan banyak pohon ditambah lagi pekarangan rumah yang banyak ditumbuhi tanaman.

Dari arah balkon kamar Nina, dia bisa melihat ke arah kolam renang dan disana ada Daniel yang tengah membaca buku.

"Ganteng banget..., mapan, badan atletis baik hah? Baik baik apanya suka marah-marah gitu"

Daniel sadar kalau sedang diperhatikan Nina, melambaikan tangan memanggilnya kesana.

Dengan langkah malas, Nina beranjak menuju kolam renang. Sesampainya disana dia dibuat kaget karna Daniel yang tiba-tiba terjatuh ke kolam yang kebetulan hari itu airnya di isi penuh.

Daniel sempat berusaha untuk keluar namun ada sesuatu yang membuatnya terjatuh kembali ke dalam air.

Nina masih berjalan dengan perlahan dan menunggu Daniel untuk muncul ke permukaan namun tidak ada.

More Chapters