Satu bulan berlalu, hubungan Daniel dan Nina terbilang biasa saja. Namun hal yang biasa-biasa saja tanpa sadar sudah mulai menumbuhkan rasa nyaman satu sama lain. Berbagi atau pertengkaran kecil menjadi sesuatu yang membuat hubungan mereka unik.
"Nina sudah bangun?" Tanya Daniel pada Mira.
"Oh Nyonya sudah berangkat pas subuh-subuh tadi Tuan. Katanya mau langsung ke florist diantar sama supir"
"Florist? Sepagi itu?" Mira mengangguk.
"Memangnya, Nyonya tidak bilang?" Daniel menggeleng.
"Tolong pack in sarapan. Buat saya dan Nina. Yang punya Nina dilebihin banyak ya. Nanti akan saya singgah kan ke toko"
"Baik Tuan" Mira berlalu dan menyiapkan makanan sesuai permintaan Daniel.
Setelah selesai bersiap-siap, Daniel meraih kunci mobilnya beserta tas berisi makanan dan melajukan mobilnya ke arah Florist. Sesampainya disana dia turun dengan sebuah tas makanan di tangan dan berjalan menuju pintu masuk, Daniel melihat sign pintu masih bertuliskan close.
Daniel mengintip kedalam melalui pintu kaca dan melihat ada Nina dan karyawannya disana sedang merangkai bunga sambil tertawa.
Sebuah senyuman tipis terlukis di bibir Daniel melihat Nina yang tersenyum dan tertawa lepas memberikan sensasi aneh di dadanya.
Tangannya mencoba mendorong pintu dan ternyata tidak terkunci dan membukanya.
Semua mata di dalam toko tertuju pada Daniel yang berdiri di ambang pintu saat suara lonceng berbunyi. Nina yang melihat suaminya datang langsung berjalan ke arahnya dan menariknya kembali ke dalam mobil.
"Lo apa-apaan sih main tarik-tarik gitu?" Daniel melepaskan genggaman Nina.
"Lo yang apa-apaan ngapain datang kesini?" Daniel menyodorkan tas makanan ke pangkuan Nina.
"Tuh makanan, walaupun lo sibuk tapi setidaknya inget makan. Lo mau, gua di cecar sama keluarga lo karna di pikir gua gak kasih lo makan?" Nina menatap tas makanan di tangannya.
"Gua mati kelaparan juga mereka gak peduli. Tapi makasih loh suami ku...." Goda Nina dan dibalas tatapan sinis oleh Daniel.
Nina membuka tas makanan dan kaget saat melihat cukup banyak makanan disana.
"Gila! Makanannya banyak amat? Lo mau buat gua jadi buto ijo?, gua gak makan sebanyak ini ya Tuan Daniellllll" Protesnya
"Yang bilang itu semua buat lo siapa? Kasian karyawan lo pasti belum makan juga. Pagi-pagi udah diajak kerja rodi. Jadi yaudah lo bagi-bagi aja gih. Kayaknya lagi banyak orderan ya?" Nina menatap Daniel dengan senyuman yang lembut dan mengangguk membuat jantungnya berdebar.
"Thanks ya, nanti gua bagi-bagi. Oh iya, lo hati-hati ke kantornya. Semangat kerjanya suami ku biar kamu tetap kaya dan aku hidup dengan nyaman, eh tunggu bentar."
Nina menyisihkan tas makanan di pangkuannya dan maju mendekat pada Daniel.
Tangannya dengan telaten merapikan dasi milik Daniel yang memang terlihat miring.
Berada dengan posisi yang sangat dekat tentu saja membuat Daniel berdebar namun dia berusaha menenangkan dirinya.
"Nah, udah rapi" Nina mundur kembali sambil tersenyum.
"Thanks"
"Oke. Gua turun sekarang ya. Bye bye ganteng..."Nina keluar dari mobil setelah menggoda suaminya itu sementara Daniel masih berusaha untuk menenangkan detak jantungnya yang tidak stabil.
"Manis juga kalau senyum, bahaya buat jantung gua" Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya menyadari dirinya yang bertingkah konyol.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Seluruh pesanan bunga sudah selesai dibuat dan sedang dalam pengiriman oleh kurir.
"Ran, gua balik duluan ya. Kalian kalau mau tutup tokonya sekarang atau nanti terserah aja. Yang penting semua pembukuannya jelas ya, oh iya lampu jangan lupa dimatiin"
"Aman mbak. Kita-kita pada mau nonton, lo gak sekalian ikut aja mbak?" Tawar Rani
"Enggak deh Ran, gua mau istirahat dulu. Dah ya gua duluan, bye..."
Nina segera menuju mobil dan meminta supir untuk mengantarkannya pulang.
Suasana jalanan Jakarta siang itu cukup ramai tapi masih bisa dilalui dengan lancar. Tiga puluh menit berlalu, Nina akhirnya sampai di rumah dengan selamat.
Langkah Nina langsung tertuju ke kamarnya dan langsung membersihkan tubuhnya. Saat sedang mengenakan pakaian, pintu kamarnya diketuk
Tok! Tok! Tok!
"Siapa?"
"Saya Mira, Nyonya" Nina kemudian berjalan ke pintu dan membukanya.
"Tadi Nyonya panggil saya?" Nina mengangguk.
"Bawa saya keliling rumah"
"Baik Nyonya, silakan..."
Nina dibawa keliling oleh Mira menunjukkan setiap sudut rumah dan isinya. Dia juga dibawa ke ruang kerja Daniel yang berada di lantai atas rumah itu.
Nina menatap sekeliling. Ruangan yang luas dengan set sofa, meja kerja dan berbagai piagam penghargaan terpajang di sana.
Beberapa dokumen tertata rapi di atas meja serta buku-buku di lemari. Bau pekerjaan yang berat tercium jelas di hidungnya.
"Tuan Daniel selalu menghabiskan waktu disini untuk belajar atau mengurus bisnis keluarga" ucap wanita dibelakang Nina
"Oh iya, bisnisnya apa aja sih?" Tanya Nina penasaran.
"Bisnis keluarga Tuan Daniel terbilang cukup banyak Nyonya. Dari Hotel, Restoran, Mall, Butik, kosmetik dan beberapa Pabrik. Untuk saat ini Tuan Daniel yang melanjutkan posisi CEO, dan sejak Tuan Daniel mengambil alih, menurut berita yang beredar semuanya jadi lebih baik setelah beberapa Tahun Tuan besar meninggal"
"Ohh gitu" Nina mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mari Nyonya, saya antarkan ke kolam renang di belakang" Nina kembali mengikuti Mira menuju kolam renang.
"Wah cantik banget"
"Tuan Daniel sendiri yang mendesain kolam ini. Sebelumnya ini hanya taman kosong tapi dirubah oleh Tuan menjadi kolam renang" Nina mengangguk-angguk.
"Oh ya Mir, kamu boleh pergi. Saya mau disini dulu" Mira mengangguk dan pergi.
Nina berjalan ke arah Gazebo dan duduk santai disana. Suasana yang tenang ditambah tubuhnya yang cukup pegal dari florist sebelumnya membuat Nina perlahan terpejam dan tidur.
Saat Nina tengah tertidur, Daniel juga pulang dan disambut oleh Mira.
"Wah, Tuan dan Nyonya janjian pulang cepat ya..." Daniel menatap bingung.
"Maksudnya?"
"Oh itu, Saya pikir Nyonya dan Tuan janjian pulang cepat soalnya Nyonya Nina sudah pulang juga dan lagi di kolam belakang. Tadi Nyonya minta ditinggal setelah saya bawa keliling rumah" Daniel mengangguk.
"Tolong siapin makan malam ya. Saya mau ke Nina dulu" Mira mengangguk dan mempersilakan Daniel.
Langkah kaki Daniel terhenti ketika melihat Nina yang tengah tertidur pulas di Gazebo. Dia meraih selimut tipis di sebuah rak dan berjalan perlahan ke arah Nina dan memasangkannya menutupi tubuh Nina.
Daniel ikut berbaring di sebelah Nina sambil dia terus menatap setiap inci wajah teduh milik Nina. Hidup bersama selama sekitar sebulan membuat Daniel tersadar bahwa dia merasa nyaman berada disekitar Nina.
"Cantik"
Beberapa jam berlalu, Daniel masih setia memandangi Nina. Tidak ada rasa bosan baginya yang ada hal ini sangat menarik baginya.
Setelah beberapa jam tertidur, Nina perlahan membuka matanya dan mendapati tubuhnya tertutup selimut tipis.
"Lo udah bangun?" sebuah suara sukses membuat Nina tersadar yang tadinya masih setengah mengantuk.
"Astaga!! Bikin kaget aja ih!" Daniel tertawa melihat wajah kaget Nina yang menurutnya lucu.
Daniel ikut duduk di sebelah Nina yang masih meredakan rasa kagetnya.
"Lo udah lama pulang?"
"Sudah, sekitar tiga jam yang lalu."
"Hah? Tiga jam! Berarti gua tidur selama itu dong dan lo liatin gua tidur! Mesum lo!" Nina memeluk tubuhnya dengan tangannya.
"Gak selera gua sama badan rata!" Daniel sukses mendapat satu pukulan di bahunya.
"Lo kok pulang cepat? Bukanya kalau CEO itu orang paling sibuk trus stay di kantor atau meeting-meeting apalah gitu?"
"Gua di usir sama Oma. Gua harus libur sampe seminggu kedepan. Libur nikah, gua ketahuan kerja setelah nikah padahal seharusnya gua libur" Sontak perkataan Daniel membuat Nina tertawa.
"Gak usah ketawa lo. Ngeledek banget"
"Ya abisnya seorang CEO di usir dari perusahaannya sendiri. Gokil sih"
"Trus lo gimana? Jam segitu udah tutup aja tokonya?"
"Ihhh lo merhatiin gua ya??"
"Dih, pd lo. Gua cuman kebetulan lewat aja tadi. Trus gua liat udah close aja tanda pintunya"
"Kita abis ngerjain orderan cukup besar jadi ya gitu. Gua mah nyantai aja, kalau bosen ya tutup kalau rajin ya buka"
"Enak dong, gua kerja bareng lo deh buat seminggu kedepan"
"Heh, wahai Bapak Daniel yang terhormat dan pewaris perusahaan Arthaniest. Lo kalau gak kerja juga kata gua tetep kaya. Ngapain lo gabut ikutan kerja sama gua?"
"Ya terus gua ngapain gitu semingguan gak ngapa-ngapain" Nina menatap sinis dan dibalas dengan tatapan memelas oleh Daniel.
"Mck, ntar deh gua pikir-pikir dulu. Eh btw, anak-anak bilang makasih buat sandwich yang lo kasih tadi pagi"
"Anak-anak? Lo punya anak?"
"Maksud gua karyawan gua!"
"Ohh kirain anak beneran. Siapa tau kan gua nikah sama cewe yang udah beranak, keren sih gua bisa langsung jadi Bapak gitu" Ucap Daniel terdengar meledek bagi Nina.
"Lo sini deh deketan sama gua. Mulut lo minta digampar kayanya" Daniel tertawa menanggapi ucapan Nina dan semakin menggodanya.
"Oke sorry... sorry..., bercanda gua" Daniel mengangkat tangan menyerah.
"Kata si Mira, lo desain kolam ini sendirian?" Daniel mengangguk.
"Keren kan desain gua. Yakin gua kalau buat berenang ini kolam yang pas" ucapnya dengan gaya sombongnya.
"Dih songong banget. Berarti lo sering berenang?" Daniel menggeleng
"Trus? Ohhh tau gua, orang kaya kan suka bikin yang beginian tapi gak dipake buat gaya-gayaan gitu"
"Gua gak bisa berenang" Nina terdiam dan melotot menatap Daniel tak percaya.
"Gua beneran gak bisa"
"Kalau gak bisa, terus kenapa bikin kolam renang?"
"Ya pengen aja, biar keren"
"Keren dari mana coba? Kalau lo jatuh trus pas lagi gak ada orang gimana?" Daniel tersenyum.
"Malah senyum lagi"
"Ya gak gimana, lagian gua jarang kesini. Airnya juga jarang diisi penuh kaya sekarang. Kadang-kadang cuman di isi setengahnya doang"
Nina menatap Daniel serius, ada sesuatu yang pria itu sembunyikan dari setiap perkataannya.Tapi Nina tidak mau ambil pusing dan cuek mengingat status mereka yang menikah karena perjodohan.