Setelah menginap semalam di Hotel, Nina dan Daniel memutuskan untuk pulang.
Suasana dalam mobil terlihat damai dan tidak ada perdebatan sama sekali. Nina dan Daniel memasangkan selotip ke mulut mereka masing-masing agar tidak ada yang bicara.
Daniel fokus menyetir sementara Nina duduk dengan santai di kursi penumpang. Mata mereka akan saling melotot apabila ada hal yang tidak di suka. Terlihat sangat konyol.
Hampir satu jam berkendara mereka akhirnya sampai di rumah milik Daniel yang akan jadi tempat tinggal mereka.
Saat pintu mobil dibuka dan dia turun, Nina langsung disambut oleh beberapa asisten rumah tangga disana dan membawanya memasuki rumah bak istana itu. Nina menatap takjub dengan desain, bentuk dan warna rumah itu yang unik serta mewah. Nina diarahkan menuju ruang tamu dimana Pria yang sudah menjadi suaminya itu sudah duduk seperti sedang menunggu dirinya.
"Duduk"
"Emangnya gua hewan, di suruh-suruh duduk?"
"Yaudah terserah lo kalau mau berdiri" Nina langsung duduk.
"Kamar lo di lantai dua sebelah kanan. Yang kiri kamar gua. Iya gua paham, gua juga gak mau sekamar sama lo. Lo tidurnya ngorok"
"Haha lucu, lihat siapa yang ngomong gua tidur berisik tapi di peluk-peluk. Emang sih badan gua terlalu sexy jadi ya gua gak bakalan nyalahin kalau lo kegoda" ucapnya dengan sombong sementara Daniel semakin muak.
"Terserah lo, bodo amat. Badan rata juga!"
"Dih awas aja lo tiba-tiba kesemsem sama gua"
"Gak bakal. Gua udah bilang, lo bukan selera gua. Mending sekarang lo istirahat aja deh sono. Si Mira bakalan anterin lo" Nina bangkit berdiri dan mengikuti Mira kembali.
Kakinya melangkah memasuki sebuah ruang kamar yang cukup besar, berbeda dengan miliknya dirumah orang tuanya.
"Ada lagi yang bisa saya bantu Nyonya?" Nina menggeleng.
"Enggak ada, terima kasih ya Mira" Pelayan itu menunduk dan pergi. Nina menutup pintu kamarnya dan berlari ke arah kasur.
Tubuhnya dia jatuhkan ke atas kasur dan terbaring santai disana.
"Hahhh... jadi gini rasanya nikah sama orang kaya. Tapi dia ngeselin banget, awas aja lo Daniel gedek gua ama lo!"
Nina bangkit kembali dan berjalan melihat seisi kamar. Kamar itu cukup luas untuk ditinggali satu orang, namun Nina bersyukur setidaknya suaminya saat ini tidak terlalu mengaturnya dan tidak ada lagi Mama tiri yang selalu ingin menguasai dirinya.
Kakinya melangkah ke arah walk in closet dan melihat beberapa baju dan gaun dari desainer ternama tertata rapi disana tapi masih meninggalkan banyak ruang kosong.
"Oh iya, astaga baju-baju gua kan belum gua bawa dari rumah Papa. Trus ini baju-baju siapa ya?"
Nina berjalan ke luar dari kamar dan langsung berpapasan dengan Daniel yang hendak masuk ke kamarnya.
"Eh..."
"Apa? Mau apa lagi lo?"
"Ih sinis amat jadi cowok, kayak cewek aja lo!" Balas Nina
"Terserah lo deh" Daniel kembali melangkah dan hendak memasuki kamar miliknya.
"Eh eh tunggu, lo bisa anterin gua gak ke rumah Papa? Gua gak ada baju soalnya" Ucapnya dengan sedikit nada memelas.
"Di walk in closet ada baju. Lo pake itu aja. Kalau kurang, bilang aja sama Mira. Ntar di urus sama dia. Lagian, kita pulang dari hotel diam-diam. Ntar kalau ketahuan sama mereka trus di suruh balik hotel lagi gimana? Mau lo sekamar sama gua?"
"Ih ya enggak lah"
"Yaudah pake aja, itu udah jadi hak milik lo." Daniel berlalu dan memasuki kamar miliknya meninggalkan Nina yang menatapnya kesal kemudian masuk kamarnya.
Di sisi lain, Daniel tengah menatap datar pada sebuah bingkai foto. Foto dirinya bersama seorang wanita lain.
Tangan Daniel meraih beberapa bingkai yang lain lagi dan juga beberapa album foto yang cukup banyak dan membawanya ke arah halaman belakang.
Disana ada sebuah tong sampah dan Daniel menaruh seluruh foto-foto yang dia bawa ke dalam dan membakarnya.
“Masa lalu gua udah berakhir, sekarang gua bakalan melangkah dan gak akan ada kata kembali buat masa lalu”
Setelah memastikan semuanya terbakar, Daniel beranjak pergi meninggalkan tong sampah yang apinya masih menyala.
Matahari Mulai bersinar, cahaya lembutnya mulai mengintip dari sela-sela gorden kamar dimana Nina masih tergulung selimut yang hangat.
Nina terbangun menatap sekelilingnya dan yakin bahwa dirinya tidak mimpi. Kamar mewah yang ditempatinya semalam masih tetap sama.
"Ahhh gini rasanya nikah sama orang kaya. Dia gak macem-macem dan kita pisah kamar. Hmm bagus deh, setidaknya dia bukan orang mesum yang cuman mau make cewe-cewe yang dinikahin. Tapi kalau diliat-liat dia ganteng juga sih, berkarisma dan aduhh Nina lu mikir apa sih."
Atensinya teralihkan saat pintu kamarnya diketuk. Nina bangkit perlahan menuju pintu dan membukanya. Daniel ada disana tersenyum ramah kepadanya yang membuat jantungnya berdetak kencang.
"Bangun lo, udah pagi. sarapan" Daniel dengan setelan Jas yang sudah rapi dengan aroma parfum yang memenuhi rongga penciuman Nina membuatnya terpukau.
"Ganteng..."
"Apa?" Nina seketika sadar dan menepuk bibirnya.
"Hah? Apa? Kenapa?" Nina kelihatan kikuk tapi dia sembunyikan.
"Kebo lo, tidur lama amat kayak mayat aja. Turun, sarapan udah siap." Daniel langsung berjalan menuruni anak tangga dan meninggalkan Ninan
"Selamat pagi Tuan dan Nyonya Arthanael" Seorang chef pribadi menyapa mereka berdua dengan ramah membuat Nina merasa takjub, pasalnya sebelum menikah Nina selalu membuat makanannya sendiri tanpa bantuan siapapun. Sekarang, dia hanua perlu mengucapkan apa yang dia mau dan akan disiapkan.
"Selamat pagi Chef Li. Nina, Dia adalah Chef pribadi kita. Dia yang bertanggung jawab untuk semua urusan makanan dirumah ini. lo bisa minta masakan apapun dan akan dibuatkan dan lo gak perlu repot-repot untuk memasak. Tapi kalau mau, lo tetap boleh pakai.
Pelayan dan Chef pribadi mulai menyajikan sarapan untuk Nina dan Daniel. Setiap porsi, nutrisi dan rasa makanan sangat diperhatikan dan pastinya dari bahan-bahan yang terbaik.
"Wah mimpi apa gua, jadi istri orang kaya, rumah gede ada pelayan, chef pribadi, supir jangan bilang gua ada asisten pribadi juga. Hahaha gila sih" Ucap Nina sambil menatap sekitarnya.
Nina melangkah dan duduk di samping Daniel dan dihadiahi tatapan tidak suka.
"Apa? Gua gak bisa duduk disini?"
"Disana kan masih ada tempat duduk. Kenapa ga kesitu aja sih"
"Jauh harus muter-muter lagi. Kalau mau, lo aja yang ke situ"
"Terserah deh" Daniel membiarkan Nina yang mulai menikmati sarapan di sebelahnya.
"Kenyang lo makan begituan doang?" Nina mengangguk sambil mengunyah buah-buahan di mulutnya.
"Oh iya, lo mulai kerja ya? Kasihan..." ejek Nina.
"Iya kerja, biar gua gak miskin. Biar lo bisa hidup enak" Nina menatap Daniel dan bertepuk tangan.
"Astaga, ternyata kamu ini adalah pria yang sangat bertanggung jawab terhadap istri"
"Please deh jangan buat gua jijik. Walaupun lo bikin gua hampir gila tapi lo harus tetep dirawat karna udah jadi tanggung jawab gua. Walaupun kita menikah karna perjodohan, lo tetep jadi tanggung jawab gua. Gua bukan cowok brengsek yang gak bertanggung jawab." Daniel menyerahkan satu kartu ATM.
"Ini apa?"
"ATM, gak pernah lihat lo?"
"Ya pernah lah. Maksud gua buat apa? Gua juga punya duit kali"
"Jadi gak mau?" Daniel hendak meraih kembali namun langsung di ambil Nina.
"Eits yang bilang gak mau siapa. Thanks ya. Mayan nambah uang jajan gua"
"Hmm, gua denger-denger lo punya Florist?" Nina berdecak sebal.
"Plis deh gak usah bahas kerjaan waktu makan"
"Lah, lo duluan yang mulai. Gua nanya baik-baik loh."
"Iya, punya. Gak yang terkenal amat sih tapi gua bisa punya penghasilan dari sana dan bisa bayar orang juga. Jadi bisa di bilang kalau gua juga seorang bos. Keren kan gua?" Ucap Nina dengan nada bangga sementara Daniel tersenyum sangat tipis.
"Iya-iya keren banget. Kalau lo mau kemana-mana bilang aja sama supir. Biar dianterin, gua udah mulai kerja juga jadi gak bisa nganter " Nina mengangguk
"Ih lo ngambil buah gua!" Protesnya ketika Daniel mengambil buah ceri dari mangkoknya yang sengaja disisihkan oleh Nina.
Sarapan yang seharusnya damai dan tenang dimulai lagi dengan pertengkaran kecil mereka. Pelayan yang melihat Daniel dan Nina hanya dapat tersenyum karena sebenarnya tingkah mereka sangat lucu.
Status memang suami dan istri namun perlakuan mereka satu sama lain tak lain seperti anjing dan kucing yang selalu ribut ketika bertemu.
"Anda baik-baik saja Nyonya?" Nina yang sedikit bengong setelah Daniel pergi dikagetkan oleh Chef Li.
"Oh iya, saya baik-baik saja. Chef Li, aku boleh nanya?" Sang chef mengangguk ramah.
"Dia, maksudnya si Daniel punya pacar gak?"
"Tuan Daniel kan sudah menikah dengan anda, bagaimana mungkin memiliki seorang pacar lagi. Ga boleh dong, itu namanya perselingkuhan" Chef Li tertawa kecil
"Ya siapa tau aja kan. Trus dia emang selalu gitu? Dingin ya gak yang dingin banget sih trus ngeselin gitu"
"Tuan Daniel memang terlihat sedikit kaku dan dingin, tapi setelah lebih mengenal, Tuan adalah orang yang baik, peduli, berkomitmen tinggi dan pastinya dia adalah orang yang setia. Seperti yang saya lihat pagi ini, tuan terlihat nyaman dengan anda Nyonya. Saya belum pernah melihat sisi Tuan Daniel yang seperti ini"
"Dia pernah bawa pacar gak kesini?"
"Ah soal itu, Tuan Daniel sangat tertutup perihal kehidupan pribadinya. Selama yang saya lihat dia sangat fokus untuk belajar dan mengurus bisnis keluarga ditambah lagi Tuan sudah mulai dibebani tanggung jawab besar sejak usia yang cukup muda. Tapi dulu, Tuan pernah bawa seorang gadis kesini saat makan malam dengan Nyonya besar Clarissa, Nenek Tuan Daniel. Cantik dan sepertinya dari kalangan orang terkenal. Tapi sepertinya Nyonya besar kurang suka dengan gadis itu. Setelahnya tidak pernah ada lagi sampai akhirnya Nyonya menikah dengan Tuan"
"Hmm jadi dulu pernah punya pacar. Eh tapi kenapa gua kepo gini ya?"
"Maaf kalau boleh tau, Nyonya kenapa bertanya kepada saya? Bukankah lebih baik kalau tanya langsung pada Tuan?"
"Oh enggak, oh iya kamu kerja disini sudah berapa lama?" Nina mencoba mengalihkan pembicaraan
"Saya sudah bekerja disini lebih dari 15 tahun. Dulunya saya bekerja untuk mendiang orang tua Tuan Daniel dan sekarang untuk Tuan Daniel" Nina mengangguk paham.
"Dia tau banyak tentang keluarga Daniel bahkan perjodohan kami dan sejauh ini gak ada sih yang mencurigakan"
Setelah sarapan, Nina kembali ke aktivitas biasanya dan mencoba menyingkirkan semua pikirannya tentang Daniel, suaminya.