BAB 10: Skuad Sang Kapten dan Gemuruh di Grup WhatsApp
Sore itu, kamar yang biasanya sunyi hanya diisi oleh suara detak jam dinding, mendadak berubah menjadi panggung penuh ketegangan. Di layar HP-ku, empat karakter sudah berdiri gagah di lobby. Ada karakterku yang mengenakan kostum seadanya tapi dengan rank Master yang mentereng, lalu ada karakter Anos, Farel, dan tentu saja... karakter milik Nayara.
"Ry! Suara gue kedengeran nggak? Cek, cek!" suara Anos menggelegar lewat fitur voice chat.
"Kedengeran, Nos. Nggak usah teriak-teriak juga kali," jawabku sambil tertawa kecil. Aku sudah memakai earphone, membuat suara mereka terasa begitu dekat di telingaku.
"Arya... ini gue, Nayara. Kedengeran nggak?" Suara Nayara masuk, lembut dan sedikit ragu. "Maaf ya kalau nanti gue beban, gue beneran baru download tadi siang."
"Santai, Nay. Kamu ikut aku aja, nanti aku kasih senjata bagus," kataku dengan nada selembut mungkin. Batin di kepalaku langsung berteriak, Arya! Jaga imej! Jangan sampai suara lo kedengeran gemeteran!
Kami pun masuk ke dalam match. Begitu pesawat meluncur di atas Map Bermuda, aku langsung memberikan komando. "Turun di Peak ya, tapi di pinggirannya aja. Biar nggak terlalu ramai."
Sepanjang permainan, Anos dan Farel sibuk berteriak setiap kali melihat musuh. "Woi! Kanan! Kanan! Ada musuh satu skuad!" teriak Farel panik.
"Tenang, Rel. Jangan asal tembak," kataku tenang. Aku segera membidik dengan AWM yang baru saja kutemukan. Duar! Satu musuh langsung terkapar kena headshot. Tanpa menunggu lama, aku maju melakukan rush dengan lincah, memasang glowall secepat kilat untuk melindungi Nayara yang terjebak di balik pohon.
"Gila! Cepet banget pasang wall-nya!" Anos melongo. "Ry, lo manusia atau robot sih? Gue baru mau nembak, musuhnya udah mati semua sama lo!"
"Booyah!" Layar HP kami menyala dengan tulisan kemenangan setelah aku menghabisi musuh terakhir dengan sisa darah yang tinggal sedikit.
"Wah! Kita menang!" Nayara bersorak kegirangan lewat mic. "Arya, lo jago banget! Gue cuma lari-lari doang tadi tapi dapet poin banyak."
Keesokan harinya di sekolah, suasana di barisan depan kelas 5 SDN 12 benar-benar pecah. Baru saja aku menaruh tas, Anos dan Farel sudah mengerumuni mejaku.
"Woi, kalian tahu nggak? Si Arya ini beneran monster di epep!" seru Anos pada siapa saja yang mau mendengar. "Kemarin kita mabar, dia dapet 15 kill sendiri! Musuh kayak nggak ada harganya di depan dia."
"Iya, beneran! Padahal HP-nya bukan HP mahal, tapi mainnya licin banget," tambah Farel dengan mata berbinar-binar.
Nayara masuk ke kelas bersama dua sahabatnya, Rara dan Dela. Begitu melihatku, Nayara langsung tersenyum lebar. Senyum yang membuat duniaku serasa berhenti berputar sejenak.
"Pagi, Arya! Makasih ya buat yang kemarin. Seru banget!" sapa Nayara dengan riang.
Rara dan Dela yang melihat itu langsung saling senggol. "Eh, eh, ada apa nih? Nayara kok pagi-pagi udah ceria banget nyapa si anak baru?" goda Rara.
"Iya nih, jangan-jangan ada yang mabar sampai malem ya?" timpal Dela sambil tertawa usil.
Nayara langsung tersipu. "Apaan sih kalian! Kita cuma main game bareng kok sama Anos dan Farel juga. Arya itu jago banget tahu, kita langsung menang terus."
Mendengar itu, mata Rara dan Dela langsung berbinar. "Hah? Serius? Kita juga main epep tahu, tapi cuma rank Gold soalnya nggak ada yang gendong. Ry, kita boleh ikut gabung nggak?" tanya Rara dengan penuh harap.
"Boleh aja, makin banyak makin seru kan?" jawabku berusaha tetap tenang, meski di dalam hati aku merasa sangat dihargai. Dari anak pindahan yang ditampar guru, kini aku menjadi pusat perhatian karena kemampuanku.
"Ya udah, gimana kalau kita bikin grup WhatsApp aja? Biar kalau mau mabar gampang manggilnya," usul Anos yang langsung disetujui semuanya.
Anos pun mengeluarkan HP-nya. "Oke, gue bikin ya. Namanya apa nih? 'Skuad Booyah SDN 12'?"
"Ketinggalan zaman banget namanya, Nos!" protes Dela. "Gimana kalau 'Kapten Arya & Friends'?"
"Arghhh! Jangan dong!" aku memprotes dengan wajah memerah, tapi mereka semua malah tertawa. Akhirnya grup itu dibuat dengan nama sederhana: "SQUAD 12". Isinya aku, Nayara, Anos, Farel, Rara, dan Dela.
Batin di kepalaku seolah menari-nari. Siapa sangka, Arya? Dari kursi belakang yang gelap di SDN 11, sekarang lo punya skuad, punya temen, dan punya grup bareng Nayara.
Tiba-tiba, suara kursi yang ditendang di barisan belakang menghancurkan suasana. Fahmi berdiri di sana dengan wajah yang sangat masam. Arlon dan Elion berdiri di sampingnya seperti pengawal setia.
"Halah! Main game doang dibanggain! Bocah!" teriak Fahmi sinis. "Game itu buat orang yang nggak punya masa depan. Kayak lo, Arya. Palingan nanti gede jadi tukang parkir."
"Sirik aja lo, Fah! Bilang aja lo nggak bisa main kan? Lo kan cupu, main game cacing aja kalah mulu," balas Anos tanpa rasa takut.
"Diem lo, Nos! Jangan belain si boti ini terus!" Fahmi berjalan mendekat ke barisan depan. Dia menatap grup kami satu per satu, lalu matanya tertuju pada Nayara. "Nay, lo mau-mauan temenan sama dia? Dia itu nggak level sama kita."
Nayara berdiri, dia melipat tangannya di dada. "Fahmi, level itu bukan ditentukan dari siapa yang paling lama di sekolah ini. Tapi dari sikapnya. Arya itu temen kita sekarang, dan dia jauh lebih asyik daripada kamu yang cuma bisa marah-marah nggak jelas."
Fahmi terdiam, wajahnya merah padam karena malu sekaligus marah. Dia memberikan tatapan mematikan ke arahku sebelum akhirnya berbalik pergi keluar kelas disusul Arlon dan Elion.
"Udah, jangan dipikirin," kata Anos sambil menepuk bahuku. "Eh, liat nih, gue udah kirim pesan di grup!"
Aku membuka HP-ku di bawah meja. Ada notifikasi masuk dari grup SQUAD 12.
Nayara Amora: "Kapten Arya, nanti siang bimbing kami lagi ya untuk menuju Booyah! [Emoji Senyum]"
Melihat pesan itu, aku merasa salting berat. Tanganku gemetar saat mengetik balasan.
Arya Rezky P: "Siap, laksanakan!"
Siang itu, di bawah pengawasan Ibu Zahra yang sedang mengajar, aku merasa hidupku benar-benar sudah berubah. Aku bukan lagi Arya yang diam menahan luka. Di sakuku, ada HP yang berisi pesan dari teman-teman baru, dan di sampingku ada Anos serta Farel yang siap membelaku. Dan yang paling penting, di belakang sampingku, ada Nayara Amora yang kini menjadi alasan terbesarku untuk selalu ingin datang ke sekolah setiap hari.
"Arya, perhatikan rasio di depan ya," tegur Ibu Zahra sambil tersenyum kecil. Beliau sepertinya tahu kalau murid kesayangannya ini sedang tidak fokus.
"Eh, iya Bu... maaf," jawabku malu-malu, disambut tawa kecil dari seisi skuad-ku.
Hari ini aku belajar, bahwa terkadang, untuk menyembuhkan luka lama, kita hanya perlu menemukan "skuad" yang tepat untuk membantu kita bangkit dan meraih "Booyah" dalam kehidupan nyata.
