LightReader

Chapter 31 - Chapter 31 – Call Me Sister, Not Aunt

Chapter 31 – Call Me Sister, Not Aunt

Dua puluh tahun telah berlalu seperti kabut pagi yang menguap pelan-pelan dalam kehangatan mentari. Waktu tidak menunggu siapa pun, tapi bagi mereka yang berjalan di jalan kultivasi, waktu adalah medan tempat kehendak diuji, dibentuk, dan diasah.

Di halaman barat Sekte Daun 7 Sisi, dua sosok berdiri tegap dalam diam yang sakral. Pagi yang jernih menyinari siluet mereka dengan lembut, menerangi wujud baru dari dua murid yang dahulu hanyalah anak-anak dengan mata penasaran: Lawzi Zienxi dan Lawzi Vuyei.

Zienxi kini mengenakan jubah putih bersih, sederhana namun anggun, dengan rambut hitamnya terikat ke belakang dalam simpul pendek. Wajahnya... telah tumbuh menjadi perpaduan sempurna antara ketampanan dan ketegasan. Sorot matanya menyiratkan ketidaktertarikan terhadap dunia, bahkan lebih dingin dan tak tergapai dibanding siapa pun di sekte ini. Bahkan dibanding Yuji Daofei dan Fang Sei, auranya terasa... sepi, namun memesona.

Di sampingnya, Vuyei berdiri dalam keanggunan yang nyaris tak tergambarkan. Jubah biru navy cerah membalut tubuhnya yang kini seputih giok murni. Rambut panjangnya dibiarkan mengalir, memantulkan cahaya pagi dengan kilau lembut. Senyumnya lembut, namun matanya menyiratkan tekad yang tidak kalah kuat. Ia telah tumbuh menjadi sosok yang menawan, tenang, dan berkharisma.

Tetua Miwa berdiri di ambang paviliunnya, menyandarkan tubuh pada tiang kayu berukir daun tujuh sisi. Mata senyapnya memandangi dua murid itu, hatinya menghangat dalam diam.

"Dalam dua puluh tahun... mereka telah melampaui ekspektasi semua orang. Vein Opening Stage, dan dengan akar yang belum sempurna sejak awal..." pikirnya. "Langit tak buta. Dunia belum kehilangan harapan."

Di sisi pelatihan, murid-murid lain mulai berdatangan. Beberapa tetua berjalan pelan, mendekat, diam-diam memperhatikan. Namun bukan hanya sekadar kagum wajah mereka tersenyum.

"Apakah itu... Lawzi Zienxi...?" bisik seorang murid perempuan yang baru saja tiba dari misi luar sekte.

"Gila... dia seperti keluar dari lukisan kuno," jawab temannya dengan mata berbinar.

Wang Xuei berdiri tak jauh, bibirnya sedikit terbuka. "Dia... benar-benar berubah," gumamnya.

Jia Yuwei menarik napas, pipinya sedikit bersemu.

"Tak ada yang memberitahuku... kalau dia akan tumbuh seperti itu."

Xieyi Zui hanya menunduk pelan, jemarinya saling meremas di balik lengan bajunya. Ada debar yang tak bisa ia tolak.

Yun Xiwe tersenyum pelan namun matanya tampak tak berkedip. "Waktu… telah memahat keduanya."

Jia Wei, berdiri tak jauh dari mereka, sempat terpaku. Sekilas ada sesuatu dalam matanya yang goyah sebuah kekaguman yang tak bisa ia sembunyikan. Tapi hanya sesaat. Ia menarik napas panjang, wajah dinginnya kembali mengeras, dan ia berbalik dengan langkah pelan.

Sementara itu, para murid laki-laki tak luput dari terpaan pesona Lawzi Vuyei. Tubuhnya yang lincah, wajah yang setenang danau musim semi, serta aura giok yang samar di sekeliling kulitnya, membuat mereka sulit berpaling.

Hui Baifa, yang biasanya penuh ejekan dan sinis, kali ini hanya bisa menggertakkan gigi, lalu memalingkan wajah dengan cepat.

"Dia... sangat menakutkan sekarang," bisiknya sendiri, "indah… namun tajam."

Yuji Daofei berada di puncak paviliun, duduk dalam meditasi dengan mata setengah terbuka. Matanya sempat melirik ke bawah, namun hanya sekilas. Wajahnya tetap tenang. "Tak penting… selama mereka tak menghalangiku."

Fang Sei berdiri di dekat pagar bambu, mengunyah sepotong akar kering yang biasa ia bawa. Matanya menajam menatap Zienxi.

"Kau... akan jadi masalah di masa depan," gumamnya pelan, tidak dengan nada benci, tapi penuh kewaspadaan.

Beberapa tetua lain yang hadir di pelataran paviliun berbisik pelan, membicarakan perkembangan dua anak muda dari Desa Yunboa itu.

"Luar biasa... dua puluh tahun dan sudah Vein Opening Stage..."

"Itu bukan hanya bakat. Mereka telah bekerja sangat keras."

"Aku ingin melihat seperti apa kehendak mereka saat menghadapi ranah Spirit Root nanti."

Dalam kebahagiaan yang menyelimuti pagi itu, angin berhembus lembut, menyapu pelataran dengan aroma bunga spiritual yang tumbuh di sekitar paviliun. Cahaya matahari menembus celah-celah dedaunan, seperti menyetujui semua perubahan yang telah terjadi.

Dan di tengah semua sorotan itu, Zienxi dan Vuyei hanya berdiri dalam keheningan. Tidak untuk menunjukkan diri mereka, tapi karena mereka tahu perjalanan mereka... baru saja dimulai.

Di tengah pujian dan kekaguman yang memenuhi halaman utama Sekte Daun 7 Sisi, Lawzi Vuyei memutar pandangannya ke sekitar. Matanya terhenti pada sosok wanita muda yang berdiri tak jauh darinya kulit seputih salju, senyum lembut, dan aura ketenangan yang jarang ditemui di tempat seperti ini.

Xieyi Zui.

Seketika, langkah Vuyei meluncur ringan ke arahnya. Ia berhenti tepat di hadapan Zui, wajahnya berseri dan suaranya cerah ketika menyapa,

"Bibi Zui, cantik sekali..."

Xieyi Zui yang awalnya tersenyum tenang, kini menegang seketika.

"B-BIBI?!" serunya dengan suara melengking, mata membelalak lebar. Suasana mendadak senyap selama dua detik... sebelum pecah menjadi tawa meriah.

Wang Xuei, yang berdiri di belakang, langsung terpingkal-pingkal sambil menepuk pahanya.

"HAHAHA! Dia bilang... bibi?! Wahai salju muda, kau sudah tua rupanya!"

Jia Yuwei menyembunyikan tawanya di balik lengan, dan Jia Wei mengangkat alis sebelum mendengus sambil menahan senyum.

"Memang agak pantas sih... dengan wajah tenang seperti itu," katanya, walau jelas terdengar mengolok.

Yun Xiwe yang berdiri di samping Zui bahkan tak bisa menahan dirinya. Ia berbisik pelan,

"Zui... aku rasa mulai sekarang kami juga harus memanggilmu 'Bibi Spiritual'."

Xieyi Zui menatap semua orang dengan pipi memerah, bukan karena marah, tetapi karena malu luar biasa. Ia memalingkan wajah ke arah Vuyei dan berkata dengan gemetar,

"Aku... aku baru 38 tahun! Kenapa memanggilku bibi?!"

Vuyei, dengan polos dan tulus, menjawab sambil tersenyum:

"Tapi kita beda 7 tahun, dan dulu aku memang sering memanggil orang yang lebih tua dariku 'bibi'. Rasanya... pantas saja, kan?"

Tawa kembali pecah. Bahkan beberapa tetua yang duduk di kejauhan ikut tertawa ringan menyaksikan interaksi itu.

Di tengah kebahagiaan dan canda itu, suasana yang tadinya penuh tekanan perlahan mencair menjadi kehangatan yang langka di antara para kultivator. Hari itu, nama "Bibi Zui" menjadi bahan olok-olok manis yang akan dikenang... setidaknya selama sebulan ke depan.

Dari kejauhan, Lawzi Zienxi hanya tersenyum tipis melihat tingkah adiknya, Vuyei. Senyum itu bukan hanya karena kelucuan situasi, tapi juga karena Zienxi tahu betul bagaimana cara Vuyei, dengan kepolosannya, bisa mengacaukan suasana tanpa niat buruk sedikit pun.

Vuyei mengalihkan pandangan pada Xieyi Zui yang masih menatapnya dengan ekspresi kaku bukan marah, tetapi menahan malu.

Dengan wajah bingung dan polos, Vuyei bertanya,

"Kalau begitu… aku harus memanggil Kakak? Atau Senior? Atau... tetap Bibi?"

Suasana kembali ramai dengan gumaman geli, beberapa bahkan langsung menahan tawa. Mata Xieyi Zui membulat sesaat sebelum ia berkata dengan nada tegas namun tetap sopan,

"Panggil aku kakak saja. Jangan pernah sebut bibi lagi... itu sangat menjengkelkan!"

Pipinya yang memerah jelas menunjukkan betapa dalam rasa malunya bukan karena marah, tapi karena harga diri seorang wanita muda yang baru saja diguncang.

Vuyei menatapnya lekat-lekat dengan senyum lembut. Ia lalu membungkuk sedikit, dan berkata dengan manis,

"Baiklah, Kakak Zui."

Seketika, ekspresi Xieyi Zui mencair. Ia menarik napas dalam dan akhirnya tersenyum pelan, malu-malu namun lega.

Di sekitar mereka, suara tawa kembali terdengar. Jia Wei dan Yuwei saling menepuk tangan, sementara Yun Xiwe hanya menggeleng sambil tersenyum geli.

Bahkan Fang Sei, yang biasanya bersikap cuek, terlihat menyeringai kecil. Hui Baifa yang jarang tertawa dengan tulus ikut tergelak kecil, ekspresinya jauh lebih ringan daripada biasanya.

Namun tentu saja, Wang Xuei masih menjadi yang paling keras.

"Kakak? Hahaha! Setelah ini dia pasti akan memanggilmu Nenek Zui kalau umurmu nambah dua tahun lagi!"

ujarnya sambil tertawa keras hingga memegangi perutnya sendiri.

Xieyi Zui menoleh padanya dengan tatapan penuh kekesalan.

"Wang Xuei, kau ingin aku melemparmu ke jurang latihan sekarang juga?"

Tawa langsung mereda sedikit, tetapi senyum di wajah semua orang tetap tersisa. Suasana yang sebelumnya canggung kini berubah menjadi ringan dan akrab sebuah momen langka dalam dunia para kultivator yang keras.

Malam menjatuhkan selimut sunyinya di atas Sekte Daun 7 Sisi. Paviliun Kehidupan diterangi cahaya lentera lembut berwarna kehijauan, memantul indah di kolam kecil yang tenang di halamannya. Hanya suara desir angin yang menyapa, menyelusup di antara dedaunan dan tirai sutra yang menggantung.

Lawzi Zienxi berdiri seorang diri di beranda paviliun itu, mengenakan jubah putih panjang dengan rambut terikat rapi. Pandangannya menembus jauh ke langit malam yang bertabur bintang. Sorot matanya tenang, namun di dalamnya, ada riak halus dari keraguan dan pertimbangan yang berat.

"Kota Holuang..." bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Tempat di mana aliran waktu seolah beku bagi kenangan-kenangan yang telah lama tertimbun. Tempat yang menyimpan nama-nama... dan mungkin jawaban.

"Apakah waktunya sudah tepat?"

Suara air yang menetes di tepi kolam menambah sunyi malam yang dalam. Di dalam dirinya, berbagai pertanyaan berdesakan. Ada sesuatu yang menggerakkannya ke sana, namun juga sesuatu yang menahannya.

"Kalau benar ada jejak masa lalu di sana... apakah aku siap untuk melihatnya?"

Ia memejamkan mata sejenak, menghirup udara dingin yang menenangkan, lalu mengembuskannya perlahan. Bayangan wajah ayahnya, ibunya, dan cahaya merah dari malam kelam dua puluh tahun silam... sekilas melintas di kepalanya.

"Aku harus tahu. Tapi tidak gegabah. Belum sekarang."

More Chapters